Jumat, 31 Oktober 2008

[artikel dinamika] Langkah Cepat Menguasai Isi Buku


Satu kunci awal sebelum sukses membaca cepat, kata Soedarso, penulis buku Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif), adalah bahwa kita harus membaca sesuai dengan tujuan awal kita. Umumnya, tujuan kita membaca adalah untuk memperoleh informasi atau sekadar bersantai.

Menurut Soedarso, kita tidak boleh diperbudak oleh apa yang tercetak dengan membaca semua kata yang ada. Kita harus berani menjadi tuan dan bacaan itulah yang menjadi budak kita, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, kata dia, semua orang harus berani membuat prioritas membaca. Jangan asal membaca, karena waktu kita terbatas. Kategorisasi akhirnya mutlak dilakukan. Artinya, kita harus menetapkan, apa yang dapat menambah informasi, meningkatkan studi, karier dan pekerjaan. Kita juga harus menetapkan, apa yang tidak menarik dan tidak berguna bagi diri kita ataupun tugas kita.

Ketika menghadapi buku, langkah awal sebelum membacanya adalah skimming atau survei selama satu atau dua menit. Hal ini akan memudahkan kita memilah bagian penting dan tidak penting dalam sebuah buku. Menurut Soedarso, skimming merupakan jurus ampuh dalam membaca cepat.

Skimming antara lain meliputi: memperhatikan judul, sub judul, bagian-bagiannya, paragraf, gambar, hingga tabel sebagai satu kesatuan, memperhatikan judul dengan seksama, apa implikasi-implikasinya, dan melihat pembagian-pembagian selanjutnya untuk mendapatkan apresiasi struktur tulisan.

Untuk menguasai buku, kata Soedarso, setiap pembaca harus menguasai ide pokok dan tidak terjebak kepada contoh yang bertele-tele. Ide pokok itu bisa ditemukan dalam buku secara keseluruhan buku, bab, sub bab, dan bahkan paragraf.

Kemampuan menangkap ide pokok merupakan tahapan pertama memajukan pemahaman. Untuk mendapatkan ide pokok dengan cepat kita harus berpikir bersama penulis. Langkah yang dilakukan adalah baca dengan mendesak dengan tujuan mendapatkan ide pokok. \"Jangan baca kata per kata, melainkan serap ide. Bergerak lebih cepat, tapi jangan kehilangan pengertian,\" kata Soedarso.

Persoalan penting berikutnya ketika membaca buku non fiksi, kata Soedarso, adalah membuat catatan yang berkaitan dengan buku yang kita baca. Catatan ini diperlukan karena ada sesuatu yang menarik dalam bacaan, sangat kita perlukan, atau harus selalu kita ingat-ingat. Pokok yang dicatat meliputi elemen-elemen kunci: ide sentral, soal-soal besar, tujuan dan asumsi pengarang tentang segi-segi tertentu, serta detail dan fakta yang spesifik.

Metode membaca cepat merupakan semacam latihan untuk mengelola proses penerimaan informasi. Seseorang akan dituntut untuk membedakan informasi yang diperlukan atau tidak. Informasi itu kemudian akan tersimpan di dalam otak.

Berdasarkan informasi yang sudah disimpan itulah kemudian seseorang akan membaca buku berikutnya. Ketika membaca buku berikutnya, informasi yang sudah diterima ketika membaca buku sebelumnya tentu tidak akan dibaca ulang.

Dengan demikian, semakin banyak orang membaca buku, mestinya akan semakin cepat kemampuan bacanya. \"Ibarat kendaraan bermotor, jika kita sudah masuk ke gigi dua, maka kita bisa meningkatkan ke gigi tiga, empat dan seterusnya,\" kata Anugerah Pekerti, pendiri Pusat Pembelajaran Mandiri Sapiens.

Sebaliknya, kata Pekerti, seseorang yang terpaku untuk terlalu lama membaca hingga terjebak membaca seluruh buku secara detail, akan terus berada dalam kecepatan tersebut. \"Ibaratnya, dia hanya akan mampu pada gigi satu. Jadi, tidak bisa tiba-tiba dipindah ke gigi empat atau lima,\" katanya.

NURHIDAYA, Koran Tempo



www.dinamikaebooks.com

Succes

by: Napoleon Hill
Dari Penulis Pemegang Rekor Buku Terlaris Sepanjang Masa THINK & GROW RICH

Mengapa panduan Napoleon Hill untuk meraih kesuksesan terjual jutaan eksemplar ke seluruh dunia—bahkan kini semakin laris manis saja? Jawabannya sederhana. Resepnya benar-benar mujarab.

Dalam buku yang kualitasnya setingkat Think and Grow Rich ini, Napoleon Hill membagi tujuh belas prinsip dasar yang akan mendongkrak upaya Anda, memantapkan kekuatan Anda, dan mewujudkan segala impian Anda. Di antara bimbingannya adalah:
• Memanfaatkan Prinsip Master mind
• Memfokuskan Perhatian
• Belajar dari Kekalahan
• Bersedia Berbuat Lebih
• Mengembangkan Sikap Mental Bagi siapa pun yang tengah berusaha meraih kestabilan pribadi dan finansial, inilah buku yang tepat.

Dijamin, Anda akan memperoleh arahan yang sangat berharga dan penting untuk menapaki jalan menuju berbagai kekayaan.


www.dinamikaebooks.com

Rabu, 29 Oktober 2008

[resensi buku] Para Penakluk dalam Skenario Tuhan

Koran Tempo, Edisi 27 Oktober 2008

Berbagai teka-teki peristiwa bersejarah berkerumuk dalam kepala seorang pendeta saleh, John Bar Penkaye, pada tahun 680-an, ketika mengerjakan ringkasan sejarah dunia di biaranya yang terpencil di tepi Sungai Tigris, di pegunungan yang kini disebut Turki Tenggara. "Bagaimana bisa orang-orang tanpa senjata, berkuda tanpa baju baja atau perisai, berhasil memenangkan pertempuran… dan meruntuhkan semangat kebanggaan diri orang-orang Persia?" tanya John seperti dikutip Hugh Kennedy dalam Pengantar buku yang aslinya berjudul The Great Arab Conquests, How the Spread of Islam Changed the World We Live In ini.

Bagi Kennedy, Guru Besar Fakultas Kajian Asia dan Afrika Universitas London, Inggris, penaklukan Bangsa Arab di Timur Tengah --terutama setelah Nabi Muhammad wafat (632) --menyimpan rahasia yang dapat diungkap dengan menggunakan fakta-fakta sejarah. Itulah sebabnya pengajar sejarah di Fakultas Sejarah Universitas St. Andrew, Skotlandia, ini tidak puas dengan jawaban John Bar yang melihat penaklukan Arab dari sisi agama.

Sang pendeta, misalnya, mengatakan bahwa sejarah penaklukan terjadi karena kehendak Tuhan. Tanpa campur tangan Tuhan, sukar dibayangkan bagaimana bisa orang-orang Arab mengambil alih dunia dalam periode yang sangat singkat; menaklukan Suriah, Palestina, Irak, Iran, Mesir, menggasak bangsa Armenia, menggulingkan Kekaisaran Persia, mempecundangi Byzantium, dan menghantam Kekaisaran Roma hingga bercerai-berai?

Jawaban John Bar itu agaknya "khas" jawaban pendeta. Sebagai orang saleh, dia punya kemampuan membaca isyarat-isyarat ilahiyah atas berbagai peristiwa dahsyat di medan pertempuran yang, bahkan, tidak mungkin bisa dilakukan para panglima perang sekalipun. Namun bagi penelaah sejarah seperti Kennedy, yang juga menulis buku The Prophet and the Age of the Calipathes (1988), Crusader Castles (1994) dan When Baghdad Ruled the Muslim World (2006), jawaban itu bukan jawaban yang dikehendaki bagi terbukanya kepentingan kajian sejarah.

Alasan dia, bagaimana menjelaskan revolusi luar biasa bersejarah yang terjadi lebih dari 13 abad lampau itu dalam kehidupan manusia? Hugh menekankan tesisnya: "revolusi luar biasa menyeluruh" yang terjadi justru setelah Nabi Muhammad wafat (632). Berdasar bukti-bukti sejarah, tulis Kennedy, bangsa Arab mampu mengeksploitasi berbagai sumber daya negeri-negeri yang telah mereka taklukkan; bagaimana mereka mempertahankan identitas diri dan budaya di antara masyarakat asing, dan pada saat yang sama menciptakan lingkungan yang mendorong orang-orang yang ditaklukan beralih memeluk Islam, bahkan di beberapa daerah mereka mengadopsi bahasa Arab sebagai bahasa ibu.

Saat Nabi Muhammad wafat, Islam tak lebih dari agama samawi baru yang dipeluk oleh beberapa suku berbahasa Arab yang tinggal di Arab, tepi Padang Pasir Suriah dan Irak. Islam dan Arab, bagai cahaya dan kehangatannya, merambah cepat di daerah-daerah taklukan yang sebelumnya tak mengenal dan Islam dan bahasa Arab.

Orang-orang Suriah, Irak, Iran, dan Mesir, misalnya, semula berbahasa Yunani, Persia, Aramanik, Koptik, dan Pahlavi. Saat Islam masuk ke negeri-negeri itu, bahkan kemudian merambah ke Spanyol, Portugal, Uzbekistan, Afganistan, dan Pakistan Selatan, dalam satu abad, bukan semata pemerintahannya dikendalikan oleh kaum elite muslim berbahasa Arab, para penduduknya pun beralih memeluk Islam dan berbahasa Arab. Penduduk Mesir kuno yang beragama Kristen dan Zoroaster, sekarang malah menjadi pusat budaya Islam dan Arab, juga Iran sebagai basis Islam militan.

Dari sekian banyak sumber yang dijadikan bahan kajian Kennedy, ada beberapa sumber utama (dalam bahasa Inggris), antara lain karya Muhammad Ibn Ishaq, Abu Ja'rir ath- Thabari, dan Ahmad ibn Yahya Al-Baladhuri, serta satu sumber yang tak bisa ditinggalkan bagi penelitian apa pun yang menyangkut Islam, yaitu Al-Qur'an. Sumber-sumber primer itulah yang sebenarnya dapat menjelaskan mengapa penaklukan yang tergolong "paling dahsyat sepanjang sejarah penaklukan" itu terjadi.

Alhasil, pernyataan pendeta John Bar dalam buku ini sesungguhnya bukanlah takdir di kalangan orang saleh yang tidak bisa dibuktikan oleh fakta-fakta sejarah. Pembuktian sejarah inilah sumbangan paling bermakna yang dilakukan Hugh Kennedy lewat buku ini. Di sini pula, untuk kesekian kalinya, terbukti bahwa manusia tidak mampu menghindari skenario rancangan Tuhan.

Skenario Tuhan itu antara lain dituangkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi puncak kesempurnaan kitab-kitab suci sebelumnya: Zabur, Taurat, dan Injil. Banyak ayat Qur'an yang diturunkan berkaitan dengan sejarah penaklukan dan peperangan, yang juga dikutip Kennedy dalam buku ini. Surat Ar-Rum, misalnya, menunjuk langsung pada kehancuran Kekaisaran Roma jauh sebelum ditaklukkan tentara Islam.

Bagitu pula surat Al-Anfal yang lebih jauh menerangkan harta rampasan perang dan memberi petunjuk-petunjuk dasar hukumnya. Seperti diriwayatkan Ibnu Abbas r.a. --keponakan Nabi Muhammad --surat itu diturunkan di Madinah pada saat Perang Badar Kubra (624), ketika pertama kali umat Islam meraih kemenangan gemilang melawan kaum kafir dan memperoleh banyak sekali harta rampasan perang.

Skenario Tuhan bukan hanya menyangkut penaklukan oleh para tentara Islam yang dijuluki jundullah (tentara Allah), tapi juga tentang kekalahan mereka ketika kocar-kacir dihantam pasukan kaum Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid dalam Perang Uhud (625). Dalam Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab mengungkapkan turunnya Surat Al 'Imran ayat 159 sebagai penghibur bagi Muhammad yang terpukul terpukul batinnya akibat kekalahan itu.

Sungguh tidak mudah bagi para penelaah sejarah, seperti Kennedy, menggali fakta-fakta atau bukti arkeologis, bahwa setelah kekalahan besar itu Tuhan justru "mengirimkan" panglima Perang Uhud, Khalid bin Walid --di samping 'Ikrimah bin Abi Jahl --masuk Islam. Muhammad memberinya gelar "Saifullah" (pedang Allah). Nama Khalid bin Walid melegenda dan terukir dengan gagah dalam banyak perang penaklukan yang oleh Kennedy berkali-kali disebut atas deretan nama panglima perang legendaris lain seperti Amr bin Ash, Abu Ubaidah, Yazid dan Mu'awiyyah bin Abu Sofyan, Tariq bin Ziyad, Musa bin Nusair, serta Sa'ad bin Abi Waqas.

Lewat kepahlawanan mereka, yang dikutip dari berbagai sumber primer, Kennedy sampai pada kesimpulan yang bagi non-Islam boleh jadi mengejutkan; "Islam milik Allah, bahasa Al-Quran bahasa Arab milik Allah." Dari sumber-sumber sejarah yang aslinya berbahasa Arab, buku ini juga menelusuri motif penaklukan yang sesungguhnya adalah ketaatan atas hukum-hukum Allah.

Analisis akhir buku ini, tulis Kennedy: "Keberhasilan penaklukan muslim merupakan hasil dari keadaan tidak stabil dan kemelaratan di seluruh dunia pasca-Romawi yang ke dalamnya mereka termasuk --para prajurit Badui yang keras serta percaya diri, dan inspirasi sekaligus kualitas terbuka agama baru, Islam." Sebuah tantangan terbuka bagi umat Islam: bagaimana menerjemahkan temuan ayat-ayat literer yang cemerlang itu?

EH Kartanegara, pekerja media


www.dinamikaebooks.com

[artikel dinamika] Bagaimana Memilih Penerbit

Koran Tempo

Banyak orang telah memiliki naskah tulisan yang telah siap dicetak, tapi tidak tahu akan dikirimkan ke penerbit mana. Penulis juga tak memiliki cukup informasi tentang aturan main dalam dunia penerbitan. Berikut ini beberapa tips memilih penerbit:

1. Kenali penerbit yang dituju, berikut divisi-divisi mereka, pastikan karya yang kita kirimkan sesuai dengan karakter divisi penerbit tersebut.

2. Cari data tentang penerbit-penerbit sejenis, semakin banyak, semakin banyak pilihan pula bagi kita.

3. Kenali produk yang telah mereka luncurkan, sosok bukunya. Kenali kemampuan penetrasi pasar (lihat buku-buku yang telah diterbitkan, sudah berapa kali cetak ulang dan sebagainya, ini cuma satu indikasi). Kenali profesionalitas mereka, cari info dari yang telah menulis di sana lebih dulu, untuk mengetahui seberapa jauh penerbit tersebut menghargai karya penulis-penulisnya, dan menunaikan hak royalti dengan baik, kenali pula standar royalti di sana.

4. Kenali keinginan kita tentang buku yang nanti diterbitkan (konsep, ukuran, desain dan seterusnya), kombinasikan dengan profesionalitas penerbit tersebut.

5. Buatlah prioritas 1-10 penerbit yang kita inginkan. Kirimkan naskah kita pertama-tama ke penerbit yang kita anggap paling cocok menerbitkan buku-buku kita.

6. Kirimkan naskah dalam bentuk disket dan hard copy, juga dalam bentuk email. Kalau kita menginginkan naskah dikembalikan apabila tidak dimuat, kirimkan juga sebuah amplop kosong yang bertuliskan nama kita dan alamat dan sudah dibubuhi perangko, hingga tidak merepotkan penerbit.

7. Sertakan juga biodata dan kalau ada keterangan tentang karya-karya yang telah dimuat di media mana saja. Sertakan sinopsis cerita, sertakan pula karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Ini akan memudahkan ilustrator nantinya.

8. Rajinlah mengontak penerbit yang bersangkutan, apakah naskah kita sudah mereka terima, tanyakan pula kira-kira berapa lama kita harus menunggu. Kalau mereka tidak punya jawaban mungkin kita bisa memberikan alternatif (3 bulan? 6 bulan? 12 bulan? Tentu disesuaikan dengan posisi bargaining power kita. Kalau baru pertama kali, mungkin jangan langsung menggetok penerbit dengan hanya memberi waktu 3 bulan). Untuk diketahui, biasanya penerbit perlu waktu 2-3 bulan untuk menerbitkan sebuah buku.

9. Meskipun itu buku pertama kita, tidak berarti penulis tak berhak untuk memberikan usul-usul atau meminta beberapa terms, selama wajar. Misal minta gambaran sampul buku, minta bisa mengintip duluan soal sinopsis yang mereka buat, tanya apakah boleh memberi alternatif dari kita sendiri?



www.dinamikaebooks.com

Senin, 27 Oktober 2008

[resensi buku] Sepenggal Sejarah Mesir dalam Novel

Resensi oleh: N. Mursidi

SEBUAH novel yang ditulis berdasarkan data sejarah, memang tidak bisa dikatakan duplikat dari sejarah. Tetapi, ketika sejarah sebagai bahan literer sastra itu kemudian diolah dengan capaian estetis dan teknik penceritaan yang gemilang, jalan cerita dalam novel pun -tak pelak- akan membangun makna baru. Alhasil, sastra tidak semata-mata menjadi rekaman dari peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu, melainkan capaian ikhtiar sang pengarang dalam \"meniti\" jalan berkelok dari relung sebuah realitas.

Cara dan teknik itulah yang kerapkali ditempuh sastrawan besar Mesir, Najib Mahfudz. Tidak terkecuali dengan novel Najib yang berjudul Karnak Cafe ini. Dengan memanfaatkan data sejarah, Najib (yang pernah mendapatkan hadiah nobel sastra 1988) menulis novel ini selain berusaha mengenalkan peristiwa di masa lalu --dari sepenggal sejarah Mesir (tempat dia hidup)-- juga memberikan makna baru yang menyegarkan. Karena sejarah dituangkan dalam cara lain, makna lain dan bentuk lain. Apalagi yang dituturkan Najib dalam novel ini sepenggal sejarah Mesir ketika ditimpa kekalahan akibat perang melawan Israel.

Sejarah mencatat, kekalahan perang itu terjadi seusai Israel mengirim bala tentara ke perbatasan Syiria yang kemudian (ujungnya) membuat Mesir naik pitam. Lalu, Mesir mengirimkan tentaranya ke Sinai, dan menutup Teluk `Aqabah yang berakibat Israel harus menelan pil pahit dan kerugian besar. Tidak ingin kalah, maka tanggal 5 Juni 1967, Israel mendadak menyerah Mesir habis-habisan lewat udara, darat dan laut. Akibat dari \"serangan mendadak\" itu, Israel bisa menduduki tepi Timur terusan Suez (dan di front Suriah), berhasil \"menguasai\" dataran Tinggi Golan bahkan Palestina dan sebagian Jordan.

Dalam situasi kekalahan itu, Mesir pun dilingkupi kekacauan. Penduduk dirundung kecemasan, ketidaknyamanan, dan ketidakjelasan. Di sisi lain, sikap pemerintah yang seharusnya melindungi rakyat, justru arogan dan otoriter. Tak bisa disangkal, kalau kemudian timbul fitnah, saling tuduh, saling hasud, dan bahkan muncul sebongkah pengkhianatan. Tokoh-tokoh cerita di dalam novel ini, seperti Hilmi Hamada, Ismail al-Syeikh serta Zaenab yang berbeda paham dengan pemerintah pun harus menerima sebuah kenyataan pahit. Mereka diculik kemudian dipenjarakan.

Akibat siksaan dan deraan yang pedih, Hilmi Hamada akhirnya meninggal sewaktu diinterograsi di penjara. Sementara itu, Ismail dan Zaenab, tak punya pilihan lain untuk mengelak dari tuduhan kiri, dan komunis yang dilabelkan di pundak keduanya sehingga memaksa keduanya menjadi \"mata-mata\". Secara materi, memang amat menjanjikan dan mengiurkan tapi Ismail dan Zaenab ternyata merasa bersalah (pada hati nurani mereka sendiri).

Lebih pedih dan tragis, dalam penjara Zaenab harus menerima pelecehan seksual. Kenyataan itu membuatnya harus berpisah dengan Ismail. Di sisi lain, Qurunfula -pemilik Karnak Kafe- yang mencintai Hilmi Hamada juga harus merasa kehilangan pujaan hatinya setelah mendapat kabar Ismail bahwa Hilmi meninggal di penjara. Anehnya, di balik penangkapan Hilmi Hamada, Ismail dan Zaenab itu tidak lain akibat \"pengkhiatan\" Khalid Sofwan yang kerap berkunjung ke Karnak Cafe.

Sepintas lalu, novel ini memang menuturkan \"kehidupan\" di Karnak Cafe dan Najib menampilkan tokoh-tokoh seperti Qurunfula, Ismail alSyeikh, Zaenab, Hilmi Hamada dan Khalid Sofwan. Tapi dengan tokoh-tokoh itu Najib mengisahkan sebuah kehidupan di balik Kafe -sewaktu Mesir dalam masa pahit kekalahan. Tak disangsikan, jika novel Karnak Cafe ini semacam sepenggal sejarah Mesir dalam bentuk novel.

Dengan memakai teknik penceritaan naratif investigasi, pengarang dari Mesir ini mengakhiri cerita tidak sampai pada periode kemenangan Mesir -tahun 1973- setelah Israel mengajak berdamai. Tetapi, pada sebuah \"kenyataan pahit\" yang terjadi pada bulan Desember 1971. Teknik yang diterapkan Najib itu tetap tak menafikan kehadiran dirinya yang selalu jadi pengunjung kafe dan akhirnya mulai \"mengenal\" para pengunjung kafe dan bahkan pemilik kafe yang tidak lain adalah Qurunfula (seorang bintang serta bidadari impian di era tahun 1940-an) yang membuat lelaki harus bertekuk lutut. Tetapi, di akhir masa hidupnya, dia harus hidup kecewa lantaran Hilmi Hamada memilih pergi dan teguh menjadi anak revolusi meski ia mati lantaran diketahui sebagai seorang komunis.

Meski novel ini berkisah seputar \"kekacauan politik Mesir\" dari balik kafe, tetapi Najib membumbuinya dengan cerita cinta yang memilukan. Di tengah prahara politik yang tidak jelas itu Qurunfula harus kehilangan Hilmi, bahkan Zaenab dan Ismail juga tidak jadi menikah lantaran Zaenab sadar dirinya telah kotor dan tak pantas lagi untuk menikah dengan Ismail setelah dia mendapatkan perlakuan tidak senonoh dalam penjara yang menjerumuskannya tak lebih sebagai pelacur.

Meski novel ini bisa disebut sebagai salah satu novel terpendek Najib mahfudz tapi jalinan cerita yang berpilin dan berkelit kelindak dengan teknik naratif investigasi dan ditunjang kepiawaian Najib mengaduk-aduk hati pembaca ternyata sama sekali tidak mengurangi kualitas, dan kemasyhuran Najib Mahfudz sebagai pengarang besar. Kendati, novel ini dapat ditulis Najib lebih panjang lagi lantaran dimungkinkan ada sebagian investigasi Najib tentang sosok Hilmi Hamada -salah satu dari empat tokoh dalam novel ini-- tak diceritakan. ***

*) N. Mursidi, cerpenis asal Lasem, Jateng. Kini, tinggal di Ciputat, Tangerang.

Judul buku : Karnak Cafe
Penulis : Najib Mahfudz
Penerbit : Alvabet Sastra, Jakarta
Cetakan : Pertama, Februari 2008
Tebal buku : 180 halaman



www.dinamikaebooks.com

[resensi buku] Pelajaran dari Peristiwa Kenabian

REPUBLIKA, Minggu, 19 Oktober 2008.

TENTU pantas sekali merekomendasikan buku bertema keislaman kepada umat Muslim selama rangkaian bulan Ramadhan dan Syawal 1429 H ini. Pilihan saya jatuh pada Muhammad, Rasul Zaman Kita (Serambi, 2008) karya Tariq Ramadan. Biografi Nabi Muhammad ini ditulis dengan bagus dan segar, menggunakan pendekatan penulisan sejarah nabi yang agak lain dan unik. Buku ini jelas sangat direkomendasikan terutama untuk semua umat Muslim; namun mereka yang tertarik tentang jiwa besar, perjuangan, moralitas, toleransi agama, pantas juga membaca buku ini.

Tariq Said Ramadan---cucu Hassan Al-Bana, tokoh aktivis Islam terkemuka dari Mesir, pendiri organisasi Ihkwanul Muslimin---dengan pintar menarik berbagai pelajaran dari setiap peristiwa penting yang terjadi dalam fase kehidupan Muhammad. Ayah Tariq, Sayyid Ramadan, ialah putra Hassan Al-Bana yang terpaksa hidup di pengasingan Eropa akibat tekanan rezim Gamal Abdel Nasser. Lahir di Geneva, Swiss, pada 26 September 1962, Tariq Ramadan kini menjadi salah satu figur terkemuka Muslim Eropa. Dia bukan saja mengajar di berbagai universitas di Eropa dan kerap berceramah tentang masalah keislaman, melainkan juga aktif dalam berbagai gerakan Islam, termasuk diundang sebagai konsultan masalah keislaman oleh berbagai pemerintahan negara Eropa dan Persatuan Eropa (E.U.) Boleh jadi, gagasannya yang paling terkenal ialah memunculkan istilah \"European Islam\" (Islam Eropa.)

Karena latar belakangnya lahir dan tinggal di Eropa, dia berpendapat tak ada konflik antara menjadi seorang Muslim dan orang Eropa sekaligus. Seorang Muslim mesti menerima hukum-hukum negara yang ditinggalinya, kecuali untuk kondisi tertentu. Perbedaan budaya membuat seorang Muslim Eropa berbeda dengan Muslim Asia, misalnya. Oleh karena itu seorang Muslim Eropa mesti mempelajari lagi teks-teks fundamental Islam, terutama Al-Quran, dan menafsirkannya sesuai latar belakang sendiri---dalam kasus ini dipengaruhi oleh masyarakat Eropa. Pada bukunya yang khusus membahas masalah itu, To Be a European Muslim (1999), Tariq mencoba menawarkan solusi, yakni menjadi Muslim yang autentik dan pada saat bersamaan menjadi warga negara yang baik di negara-negara Barat.

SEBAGAIMANA banyak figur terkemuka agama lain, biografi Muhammad senantiasa muncul di setiap zaman, belum lagi biografi yang ditujukan untuk pembaca kanak-kanak. Bila sudah banyak, mengapa menulis yang lain lagi? demikian pertanyaan retoris muncul di book description.

Yang unik dari Muhammad, Rasul Zaman Kita ialah interpretasi penulisnya terhadap peristiwa sejarah dan upaya mengambil pelajaran dari setiap kejadian penting tersebut, lantas menariknya dalam perspektif zaman sekarang. Sepanjang perjalanan kenabian Muhammad merupakan rangkaian peristiwa dan suri teladan yang tetap bisa kita gunakan sebagai bimbingan perjalanan dalam mengisi kehidupan di dunia. Tariq secara konsisten menghindari klise penulisan biografi Muhammad, misalnya bahwa segala peristiwa yang terjadi dalam dirinya merupakan rentetan keajaiban semata. Malah sebaliknya, dengan cara ungkap yang tegas, dia menyatakan bahwa kehidupan Muhammad merupakan rangkaian kerja keras, kontemplasi, pengorbanan, dan pengambilan keputusan yang sering penuh risiko.

Selain pelajaran-pelajaran itu, Tariq dengan amat kuat memperlihatkan bahwa Muhammad lebih merupakan tokoh reformasi sosial yang berusaha mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik, alih-alih hanya sebagai tokoh agama Islam dalam pengertian sempit. Demi menghadapi kesewenang-wenangan yang ditunjukkan oleh pemerintahan jahiliyah Mekkah, beliau bekerja sama dengan semua pihak yang mau melawan ketidakadilan dan berbagai pelanggaran HAM. Muhammad merupakan pengubah dunia sejati. Menggunakan prinsip-prinsip kebersamaan dan keadilan sosial, beliau terbuka bekerja sama dengan siapa pun, terlebih-lebih kepada orang beriman dari ranting agama Abrahamik, yaitu Yahudi dan Kristen. Dalam sejumlah ekspedisi militer, bahkan ada orang musyrik yang dipercaya nabi sebagai informan.

Buku ini makin menguatkan nilai positif dan penghargaan yang muncul dari para penulis biografi Muhammad. Studi Karen Armstrong dalam buku terbarunya, Muhammad: Prophet For Our Time , secara kritis membuktikan bahwa Muhammad seorang yang pro gerakan moral, etika, dan keadilan sosial, bukan seorang penyebar agama dalam pengertian eksklusif. Muhammad lebih banyak menegosiasikan nilai yang bisa disepakati bersama warga dalam otoritas kekuasaannya, sementara keimanan merupakan soal pilihan dan penerimaan, bukan opsi yang bisa dinegosiasikan.

Di zaman yang telah begitu jauh berjarak dengan peristiwa kenabian, biografi Muhammad selalu menyegarkan dan mendekatkan kembali umat Islam dengan figur utama dalam sistem keyakinannya. Di sisi lain, ada pengakuan dan penegasan bahwa Muhammad memang hadir di dunia ini untuk semua umat manusia. Boleh jadi ini merupakan isyarat agar kaum Muslim menyilakan kaum non-Muslim menelaah kehidupan Muhammad dengan berbagai cara studi dan kepentingannya. Muhammad merupakan sosok dan sejarah yang terbuka; beliau boleh ditilik lewat berbagai cara, sebagaimana umat Muslim senantiasa memuliakan dan menjaga kesuciannya.

Tariq Ramadan memperlihatkan etos tersebut; di satu sisi dia menggali berbagai sumber klasik, termasuk hadis dan Al-Quran, lantas menggunakan khazanah tersebut untuk perenungan dan komentar dari sudut spiritual, filosofis, sosial, legal, politis, dan kultural yang terinspirasi dari peristiwa faktual yang dialami nabi, umat, dan masyarakat sezamannya.[]

Anwar Holid, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung, blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com


Muhammad, Rasul Zaman Kita
Judul asli: In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad
Penulis: Tariq Ramadan
Penerjemah: R. Cecep Lukman Yasin
Penerbit: Serambi, 2008
ISBN: 978-979-1275-77-4


www.dinamikaebooks.com

Minggu, 26 Oktober 2008

Satu Abad Sekejap Mata

by: Agnes Jessica
Dominika dan kawan-kawannya membuat mesin waktu untuk kembali ke satu abad sebelumnya. Sebagai orang yang paling tidak percaya pada mesin itu, Dominik malah terpilih menjadi relawan untuk mengujicoba. Di luar dugaan, mesin waktu itu berbasil. Sayang bukannya tiba di tahun 2003, ia tiba satu tahun sebelumnya. Jadi, ia yang semestinya dijemput setengah jam kemudian, berusaha menunggu satu tahun lagi untuk bisa pulang.

Terpaksa ia tinggal di rumah, keluarga Annet, gadis yang membencinya tanpa sebab sejak pertemuan mereka pertama kali. Tanpa terduga, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka berdua. Apakah Dominik kemudian bisa kembali dengan mesin waktu yang rusak tersebut? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Annet. yang notabene seratus tahun lebih tua darinya?


www.dinamikaebooks.com

Pangeran untuk Cinderella

by: Dea Marta
Cindy Merella tak suka dengan namanya yang mirip nama putri dalam dongeng. la tak ingin punya nasib sama dengan Cinderella yang punya ibu tiri, walau akhirnya menemukan pangeran.

Di tengah pelarian dan pemberontakannya menentang niat ayahnya untuk menikah lagi, Cindy malah menemukan pangerannya. Tapi pangeran itu bukan seperti dalam dongeng, melainkan seorang penipu yang kurang ajar. Keadaan memaksanya untuk tinggal bersama pria itu, walau ia tak menyukainya. Sampai akhirnya Cindy berubah pikiran.

Mungkinkah penipu itu pangeran yang dicarinya selama ini?


www.dinamikaebooks.com

Haid Menghalangi Indadah? No Way!

by: M. Fauzi Rachman
Perempuan haid acap kali merasa memiliki kekurangan karena tidak dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna. Dalam pemahaman mereka, ibadah hanya mencakup hal-hal yang bersifat ritual belaka, seperti shalat, puasa, haji, dan yang lainnya. Padahal dalam perspektif Islam, makna ibadah sangatlah luas, dan dapat dilakukan oleh siapa pun, termasuk seorang perempuan yang tengah haid sekalipun.

Dengan bahasa yang indah dan mudah, buku ini menjadi panduan bagi Anda untuk memahami haid dan permasalahannya, terutama bagi mereka yang tidak ingin melewatkan setiap detik hidupnya untuk menjalankan ibadah.

Tema-tema penting dalam buku ini antara lain:
- Bagaimana merenungi karakteristik dan peran khas perempuan.
- Bagaimana memahami makna haid, hikmahnya, dan permasalahannya.
- Bagaimana meraih pahala ibadah pada waktu haid.
- Ibadah-ibadah muamalah bagi perempuan yang haid.


www.dinamikaebooks.com

Rabu, 22 Oktober 2008

Three Cups of Tea

Three Cups of Tea

David Oliver Relin Greg Mortenson
Inilah kisah menakjubkan dan inspiratif tentang Indiana Jones sejati dan perjuangan kemanusiaannya yang mengharukan di "pekarangan belakang" rezim Taliban.

Seorang pendaki gunung, Greg Mortenson, dibawa nasib ke pegunungan Karakoram yang gersang di Pakistan setelah gagal mendaki puncak K2, gunung tertinggi kedua di dunia. Tersentuh oleh keramahan penduduknya, dia berjanji untuk kembali dan membangun sebuah sekolah.

Three Cups of Tea berisi mengenai kisah pemenuhan janji tersebut, beserta hasilnya yang mencengangkan. Ya, selama satu dekade berikutnya, Mortenson telah membangun tak kurang dari lima puluh satu sekolah—terutama untuk anak-anak perempuan—di lingkar terluar daerah terlarang rezim Taliban. Kisahnya adalah sebuah petualangan seru sekaligus kesaksian akan kekuatan semangat kemanusiaan.


www.dinamikaebooks.com

Selasa, 21 Oktober 2008

Hwoever You Are, I Love U Mom

Hwoever You Are, I Love U Mom

by Iris Krasnow
Setiap anak perempuan pasti mendambakan ibu penyayang dan penuh pengertian. Namun, tak semua ibu seperti itu. Banyak putri justru harus menghadapi ibu yang dingin, kaku, atau kejam. Banyak pula wanita dewasa, seperti dikisahkan oleh buku ini, yang harus berjuang antara memendam kekecewaan dan menceraikan sang ibu dari kehidupan mereka.

Bermula dari kisah Iris Krasnow sendiri dengan ibunya, buku ini menuturkan kearifan seratus lebih anak perempuan usia setengah baya. Mereka semua curhat soal ibu. Latar belakang mereka beragam, mulai dari model terkenal hingga anak pelayan. Menurut mereka, ibu adalah sosok yang paling mampu melukai batin anak perem-puannya. Dan, obat mujarabnya hanya ada di tangan dia. Jadi, para putrilah yang harus maju duluan dan memintanya, demi kepentingan sendiri.

Berbaikan dengan ibu sama artinya memperbaiki kehidupan kita sendiri. Menya-lahkan tindakan-tindakan ibu di masa lalu hanya akan menimbulkan kebencian yang membebani jiwa. Sementara, mengenyahkan luka-luka masa lalu membuat Anda bisa menikmati masa-masa penuh persahabatan dan dukungan bersama ibu Anda.

Krasnow mengajak Anda menyadari bahwa seperti rocker, ibu juga manusia. Anda tak mungkin menceraikan ibu dari kehidupan Anda. Dan, menanti kelegaan tatkala ibu Anda dikebumikan tentu bukan sikap arif. Jadi, ganjalan hubungan dengan ibu mesti Anda singkirkan. Kuncinya adalah belajar melepas gambaran ibu idaman dan mereng-kuh ibu sejati Anda—yang mungkin tak menyukai rambut Anda, mengkritik suami Anda, mengeluh tentang anak-anak Anda, atau lebih buruk lagi.


www.dinamikaebooks.com

Siapkah Aku Menjadi Ibu?

Siapkah Aku Menjadi Ibu?
by Diana Dell   Suzan Erem  
Apakah pengaruh punya anak terhadap karier, pernikahan, dan kondisi keuanganku?

Setiap perempuan pasti pernah bertanya, "Apakah aku siap menjadi seorang ibu?" Perempuan zaman dulu mungkin tak terbiasa dengan gagasan bahwa kita punya pilihan untuk punya anak atau tidak. Namun, perempuan zaman sekarang memiliki kesadaran bahwa kita sesungguhnya punya pilihan. Walaupun di Indonesia memiliki anak pada umumnya dianggap sebagai keharusan bagi setiap perempuan yang sudah menikah, buku ringan yang informatif dan enak dibaca ini cocok disimak oleh kaum perempuan kita. Sebab, ketakutan-ketakutan tertentu mengenai anak akan lenyap setelah membacanya.

Setelah membaca buku ini, kita akan punya bayangan yang lebih gamblang mengenai kiat-kiat membesarkan anak, termasuk tentang melahirkan, mengasuh dan mendidik anak, problema orangtua tunggal, serta perencanaan keluarga.

Diana L. Dell, M.D., FACOG, adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi serta psikiater yang menekuni bidang kesehatan wanita. Dia pernah menjadi ketua American Medical Women's Association. Kini dia tinggal di Durham, North Carolina, AS.

Suzan Erem
adalah penulis peraih penghargaan serta wartawan berpengalaman yang menulis di pelbagai koran dan majalah. Ibu satu anak ini kini tinggal di State College, Pennsylvania, AS.


www.dinamikaebooks.com

Kearifan Pelacur

Kearifan Pelacur
by Elizabeth Pisani
The Wisdom of Whores  adalah sebuah buku mengenai hidup dan mati, seks dan narkoba, yang ditulis oleh seorang wartawati dan ahli epidemiologi asal Inggris yang pernah lama menetap di Jakarta. Dalam buku yang berani dan "berbahaya" ini tergambar kehidupan dalam dunia  HIV/AIDS internasional yang berputar di sekeliling hotel-hotel dan pusat-pusat konvensi yang mewah, maupun di jalanan kumuh kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya di dunia.

Ditulis dengan renyah dan amat menarik, buku ini mengungkap seluk beluk permasalahan AIDS yang berkelindan di antara meja birokrasi, kamar-kamar rumah bordil, dan transaksi bisnis bernilai milyaran dolar. Buku ini juga berkisah tentang harapan dan kekecewaan. Sebuah buku mengejutkan dan kontroversial yang akan membuka mata dan hati Anda.

"Bagiku, ada persamaan antara Indonesia dan virus HIV, yaitu, keduanya bisa merasuki darah Anda dan akan tetap bercokol di sana seumur hidup.  Untung saja, akibat dari tertular 'virus Indonesia' tidaklah sedemikian menghancurkan seperti halnya HIV … Buku ini bukanlah sebuah buku mengenai Indonesia, tetapi memang banyak dari apa yang diceritakannya terjadi di Indonesia, negeri yang telah paling banyak mengajariku mengenai seks, ilmu, dan kehidupan."—Elizabeth Pisani (penulis)


www.dinamikaebooks.com

Inovasi Titik Temu

Inovasi Titik Temu
by Frans Johansson
Telah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa
Terpilih sebagai salah satu buku inovasi terbaik versi Business Week, ManyWorld.com, dan Amazon.com Editor's Pick


Apa yang dapat Anda pelajari dari musik rock, perilaku serangga, praktik bisnis internasional, dan pola-pola meteorit? Anda tidak akan pernah tahu kecuali Anda melangkah ke Titik-temu. Begitu berada di sana, Anda mungkin akan menemukan sebuah ide yang mengubah dunia.

Titik-temu? Ya, titik-temu adalah sebuah tempat di mana gagasan-gagasan dari aneka bidang dan budaya bertemu, berbenturan, dan akhirnya menyulut sebuah ledakan dahsyat penemuan baru. Johansson menyebut pengembangbiakan ide-ide baru ini sebagai "efek Medici" (merujuk pada ledakan kreativitas para pencipta dari berbagai disiplin yang difasilitasi oleh keluarga bankir Medici pada zaman Renaisans di Italia).

Bayangkan, ada sebuah tim riset lintas disiplin menemukan cara membaca pikiran seekor monyet. Seorang kepala juru masak berhasil melejitkan ketenaran restorannya lewat menu campuran landak laut dan permen lolipop. Seorang insinyur merancang pola pengamatan pesawat udara tanpa awak di daerah pertempuran berdasarkan perilaku semut pelacak makanan. Dari mana para penemu ini mendapatkan ide-ide terobosan?

Jawabnya: inovasi titik-temu! Dalam buku yang laris ini, Johansson mengungkapkan bagaimana kita dapat menemukan titik-titik-temu dalam hidup kita sendiri dan mengubah gagasan-gagasan yang kita dapatkan di sana menjadi inovasi-inovasi bisnis yang menguntungkan. Dia juga menggambarkan bagaimana tiga daya pendorong—perpindahan orang, konvergensi disiplin ilmu, dan lompatan kekuatan komputer—meningkatkan jumlah dan jenis titik-temu yang dapat kita masuki.

Yang menarik, buku ini dipenuhi kisah-kisah yang hidup tentang titik-titik-temu yang melintasi berbagai bidang, seperti bisnis, ilmu pengetahuan, seni, dan politik. Anda pun akan menikmati contoh-contoh inspiratif yang merentang dari orang yang menciptakan dan mengajar sendiri bahasa tulis suku Cherokee sampai tim yang memecahkan kode "Enigma" Jerman dalam Perang Dunia II. Jangan ragu untuk mencoba.

Pernah diterbitkan oleh Serambi dengan judul: The Medici Effect (Serambi)


www.dinamikaebooks.com

Minggu, 19 Oktober 2008

[resensi buku] Ketika Hati Terbentur Budaya

Harian Kompas, September 2008

Hal apakah yang umum ada di benak orang Indonesia tentang Arab Saudi ? Selain negeri yang tandus dan panas, tentunya adalah pakaian orang di sana yang selalu mengenakan abaya (sejenis jubah panjang yang menutupi tubuh) dan perempuan yang mengenakan kerudung besar hingga menutupi separuh tubuhnya. Cara berpakaian seperti ini banyak ditiru oleh sebagian orang Indonesia, termasuk cara berpakaian laki-laki yang berjubah panjang hingga ke mata kaki.

Di Arab Saudi, pergaulan lawan jenis sangat terbatas, bahkan diberlakukan jam malam bagi muda-mudi untuk berada di wilayah umum, seperti mal, pasar, atau kafe. Namun, bagaimanakah kehidupan di balik layar muda-mudi negeri itu ? Apakah mereka selalu disiplin mengenakan abaya dan kerudung? Ataukah mereka masih tertunduk malu ketika menatap lawan jenis ?

Semua imaji itu akan hilang ketika kita membaca novel The Girls of Riyadh karya Rajaa Al Sanea. Novel itu diangkat dari kisah nyata kehidupan dan pengalaman cinta empat orang gadis dari kalangan atas di Arab Saudi. Di Riyadh-lah semua cerita ini berawal, dari bangku sekolah tingkat atas hingga mereka lulus menjadi sarjana.

Adalah Qamrah, Michelle, Shedim, dan Lumais yang sering berkumpul dan saling berbagi cerita di rumah Ummy Nuwair, seorang wanita yang ditinggalkan suaminya. Mereka saling berbagi cerita dan mendukung satu sama lain meski terkadang mereka berbeda pendapat. Dari kisah pertemanan sehari-hari seperti itu kisah novel ini terjalin.

Apa yang dilakukan oleh keempat gadis dalam novel ini mungkin biasa bagi kebanyakan orang, khususnya di Asia, apalagi Eropa atau Amerika. Akan tetapi, tidak demikian bagi Arab Saudi, negara yang mendasarkan ini pada ajaran Islam dan sangat membatasi pergaulan lawan jenis. Suatu negara di mana misalnya, seorang perempuan tidak boleh sendirian di ruang publik tanpa ada keluarga yang menemani ataupun bagi wanita mengendarai mobil sendiri.

Bukan hanya aturan negara yang membatasi kehidupan mereka, tetapi budaya juga kuat menekan kehidupan pribadi mereka hingga ke persoalan cinta. Pun bagaimana seseorang menjalani kisah percintaannya harus sesuai dengan tuntutan budaya. Inilah yang dialami oleh empat gadis, seperti dikisahkan oleh narator dalam novel yang judul aslinya Banat al-Riyadh.

Cerita diawali dengan prosesi pernikahan Qamrah yang baru beberapa minggu menjalani kuliah di bidang sejarah. Malangnya, perkawinan itu ternyata semu ! Rasyid menikahi Qamrah hanya sekadar memenuhi keinginan keluarganya yang tidak menyetujui hubungannya dengan Karen, gadis keturunan Jepang.

Kebahagiaan perkawinan menjadi sangat singkat bagi Qamrah. Yang tertinggal justru kebencian dan dendam kepada mantan suaminya tersebut karena suaminya menceraikannya justru setelah tahu Qamrah hamil.

Saat Qamrah sedang gundah, Shedim, tokoh wanita lain dalam novel ini, justru sedang dimabuk cinta oleh Walid. Cinta yang berbunga dari Shedim justru hancur setelah dia menyerahkan seluruh cintanya secara utuh kepada Walid. Shedim tidak pernah mengerti mengapa Walid yang sangat bergairah dengan persetubuhan mereka malam itu justru langsung membatalkan pertunangan setelahnya.

Sementara itu, Michelle menemukan lelaki hebat bernama Faishal yang berpikiran maju dan mampu menerobos sekat-sekat budaya masyarakat Arab. Namun, Michelle pun akhirnya kecewa setelah tahu keluarga Paishal tidak menyetujui hubungan mereka hanya karena dia keturunan Amerika dan bukan asli Arab. Michelle tidak pernah menduga Faishal yang berpikiran sangat maju tunduk pada keinginan keluarga agar menikahi gadis asli Arab.

Berbagai gugatan pada budaya dan lelaki mengalir dengan lancar dalam novel tersebut, seperti Michelle yang tidak dapat menerima nilai poligami yang akrab dalam masyarakat Arab. Atau sikap seorang istri yang bahkan rela melamar gadis untuk menjadi istri kedua suaminya. Bahkan, Michelle merasa negeri itu keliru dalam menerjemahkan peraturan untuk membedakan mana yang seharusnya diurus oleh negara (ranah publik) dan yang menjadi masalah pribadi (ranah privat).

Jika Qamrah menjadi korban budaya masyarakat lokal yang hanya menerima menantu keturunan Arab, Shedim membenci kemunafikan dan kelemahan laki-laki dalam masyarakatnya. Cinta kedua Shedim dengan Faraz yang telah terjalin selama empat tahun pun harus kandas hanya karena Sedhim bukanlah calon menantu yang tepat bagi keluarga Faraz.

Benang merah budaya masyarakat lokal yang sangat melukai pengalaman cinta ketiga gadis tersebut terungkap dalam novel setebal 406 halaman ini. Kutipan puisi dalam bait-bait yang tertuang dalam novel ini pun sarat dengan pemberontakan dengan nilai-nilai patriarki masyarakat Arab, seperti salah satu bait Nizar Qabany yang dikutip oleh Narator;

Kita masih hidup dalam logika kunci dan gembok

Melipat kaum perempuan dalam gumpalan kapas, Menguburnya dalam pasir, Memilikinya seperti benda,

Kehidupan terus berlanjut hingga akhirnya para gadis-gadis itu menjadi lebih kuat dan mandiri. Ketika Faishal dan Faraz menawarkan hubungan yang ganjil setelah kedua laki-laki itu menikah, dengan tegas Shedim dan Michelle menolaknya. Hal itu karena sama saja dengan membenarkan kepicikan laki-laki untuk mengabaikan istri mereka dengan alasan \"pilihan keluarga\".

Kisah dalam novel ini pada awalnya adalah surat elektronik (e-mail) dari penulis yang menceritakan tentang pengalaman hidup empat orang temannya yang dikirimkan ke berbagai mailing list di Arab Saudi setiap Jumat siang. Lambat laun kisah ini menjadi perbincangan umum di setiap Sabtu dan Minggu. Berbagai komentar pun muncul, baik yang ikut bersimpati terhadap kisah mereka maupun yang membenci surat-surat itu karena dianggap menyebarkan aib masyarakat. Bahkan, surat kabar lokal menuliskan gejala baru di masyarakat yang berkumpul pa da Sabtu siang di kafe untuk membicarakan surat elektronik dari gadis yang tidak pernah menyebutkan identitas aslinya itu.

Atas persetujuan keempat temannya, Rajaa Al Sanea menuangkan cerita itu dalam novel persis seperti kisah aslinya. Novel pertama kali dicetak tahun 2005 dengan judul asli Banat al-Riyadh oleh Saqi Books di Arab Saudi. Namun tidak lama setelah itu dilarang peredarannya oleh pihak kerajaan Arab Saudi karena menimbulkan kontroversi dan muncul berbagai tudingan miring terhadap novel tersebut meski sebenarnya novel ini membongkar kemunafikan masyarakatnya. Salah satu contoh adalah hubungan seks pramartial bagi pasangan yang baru bertunangan sebenarnya telah menjadi rahasia umum di negeri itu.

Novel ini telah menyentakkan kesadaran orang Novel ini telah menyentakkan kesadaran orang bahwa pergaulan antara lawan jenis di Arab Saudi tidaklah berbeda dengan muda-mudi di negara lain di mana tidak ada larangan atau batasan pergaulan antarjenis. Keberanian penulis novel untuk mengungkapkan hal-hal yang masih dianggap tabu oleh masyarakat Arab Saudi menjadikan keistimewaan novel ini.

Pengungkapan kekecewaan seorang gadis atas pengkhianatan yang dialaminya justru dianggap telah menodai citra gadis Arab Saudi. Pemberontakan akan nilai-nilai konservatif masyarakat terhadap cinta dan seks meresahkan banyak orang. Bahkan, pada 9 Oktober 2006, dua orang warga negara Arab Saudi mengajukan keberatan atas novel tersebut ke pengadilan tinggi di Riyadh. Novel ini dianggap telah menistakan gadis Riyadh dan diduga salah menginterpretasikan Al Quran. Akan tetapi, di pasar gelap novel ini terus digandrungi, bahkan menjadi best seller di Timur Tengah dan kini telah diterjemahkan lebih dari dua puluh lima negara.

* Ummi Kulsum


www.dinamikaebooks.com