Kamis, 29 Januari 2009

[resensi buku] Maryamah Karpov - Mimpi-mimpi Lintang

Hernadi Tanzil, Blog Buku Yang Kubaca

Maryamah Karpov adalah novel pamungkas Tetralogi Laskar Pelangi. Bagi para pembaca Laskar Pelangi kehadiran novel ini sangatlah ditunggu-tunggu. Setelah mengalamai beberapa kali penundaan akhirnya novel ini terbit pada akhir November 2008 lalu saat emosi pembacanya membuncah seiring dengan diputarnya film Laskar Pelangi di bioskop-bioskop tanah air . Penerbit Bentang pun tampaknya tak menyia-nyiakan momen ini dengan segera menerbitkannya. Mereka optimis bahwa Maryamah Karpov akan meledak di pasaran seperti ketiga buku sebelumnya, karenanya untuk edisi pertamanya saja Bentang langsung mencetak 100 ribu kopi ! Jumlah yang fantastis dalam sejarah penerbitan buku fiksi di Indonesia.

Jauh hari sebelum novel ini terbit, tepatnya di buku kedua "Sang Pemimpi" (2006), pada bagian Epilog, Andrea telah memberikan sebersit informasi mengenai tema utama Maryamah Karpov yang sat itu sedang ditulisnya, cover buku Maryamah Karpov sendiri telah dipajang di novel ketiganya (Edensor,2007), dan semenjak itu muncul pula di cetakan-cetakan berikutnya baik di buku pertama hingga ketiga.

Berbagai bocoran informasi mengenai novel keempatnya dan suksesnya ketiga novel Laskar Pelangi ini tentu semakin membuat pembacanya semakin penasaran dengan novel terakhir dari tetralogi ini. Situasi ini juga dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa bulan sebelum novel ini terbit, beredar novel palsu Maryamah Karpov dengan cover yang sama persis dengan yang diiklankan, selain itu beredar pula bersi digitalnya (ebook). Menanggapi hal ini, Renjana Organizer selaku manajemen Andrea Hirata sampai perlu mengeluarkan pernyataan yang diedarkan di milis-milis perbukuan dan sastra bahwa novel yang beredar tersebut adalah palsu.

Kini hampir dua bulan sudah Maryamah Karpov terbit dan telah dibaca oleh banyak orang. Berbagai komentar bermunculan . Ada yang memuji namun tak sedikit yang kecewa dengan novel pamungkas Laskar Pelangi ini. Di novel keempatnya yang lebih tebal dibanding ketiga novel lainnya Andrea masih menggunakan pola yang sama dengan dua novel terdahulunya yaitu dengan membagi kisah-kisahnya dalam bab-bab pendek atau yang ia tulis sebagai mozaik.

Pada separuh buku pertama, Andrea nyaris tak menghadirkan plot dengan sebuah konflik utama layaknya sebuah novel, masing-masing mozaik berdiri sendiri layaknya cerpen. Dengan bebas Andrea menyuguhkan berbagai kisah dari satu mozaik ke mozaik berikutnya. Benang merahnya adalah tokoh Ikal ketika telah berada di Belitong setelah menyelesaikan studinya dengan gemilang sebagai Master di bidang Ekonomi Telekomunikasi di Sorbone Perancis. Sayangnya karena ilmu yang dipelajarinya tak sesuai dengan kondisi kampung halamannya maka ia terpaksa menganggur.

Barulah di separuh buku berikutnya mulai terbentuk sebuah plot cerita dengan sebuah konflik utama yaitu pencarian Aling yang dikaguminya sedari kecil. Hal ini berawal ketika para nelayan menemukan beberapa mayat bertato gambar kupu-kupu yang merupakan tanda dari sebuah trah keluarga Tionghoa. Aling yang berasal dari trah keluarga tersebut juga memiliki tato yang sama pada lengannya.

Banyak yang menduga bahwa mayat-mayat itu adalah para pelintas batas yang sedang menuju Singapura yang dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut oleh bajak laut di kawasan Batuan yang bernama Tambok. Ikal menduga Aling dan seluruh keluarganya turut dalam rombongan para pelintas batas itu dan berharap masih hidup dalam tawanan Tambok di pulau Batuan.

Ikal bertekad mencari Aling hingga ke Batuan. Tak mampu untuk menyewa perahu, ia memutuskan untuk membuat perahu sendiri! Bagaimana mungkin?, untunglah Ikal mendapat bantuan dari si jenius Lintang yang dengan dalil-dalil fisika dan matematikanya mampu memberikan rumusan-rumusan matematis untuk membuat sebuah perahu. Selain itu Ikal juga dibantu oleh teman-teman Laskar Pelanginya yang tanpa pamrih menolong Ikal membuat perahu untuk mencari pujaan hatinya. Sebagai penghargaan terhadap Lintang maka perahunya tersebut diberi nama , "Mimpi-mimpi Lintang".

Kisah Ikal berjuang membuat perahu yang penuh rintangan hingga pelayarannya bersama Mahar dan dua orang kawannya untuk mencari Aling terus mengalir dari bab ke bab dengan seru dan menegangkan. Sayangnya setelah kisah petualangan ini berakhir, tiba-tiba di bab berikutnya tersaji kisah yang tak ada hubungannya dengan kisah sebelumnya. Suspend yang begitu kuat yang telah dibangun Andrea dalam kisah petualangan Ikal mencari Aling tiba-tiba anjlok karena Andrea malah memilih kisah lain. Padahal masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab mengenai kepergian Aling. Alih-alih membuat kisah yang melatarbelakangi bagaimana Aling hingga berlayar ke Singapura atau bagaimana kisah Aling selama dalam tawanan bajak laut, Andrea malah bercerita tentang Ikal yang harus mengatasi traumanya memasuki klinik gigi.

Walau demikian seperti di novel-novel terdahulunya kepiawaian Andrea dalam mengolah kalimat dengan metafora-metaforanya yang indah membuat novel ini begitu menarik, menghibur, dan memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi pembacanya untuk melakukan hal-hal yang besar untuk mengejar mimpi. Kepiawaian Andrea memilih kalimat-kalimat dan merangkai kata dalam mendeskripsikan berbagai kisah mampu mengikat pembacanya untuk membaca novel ini hingga tuntas . Untuk urusan ini Andrea memang jempolan dan pendongeng yang baik.

Lalu siapa sesungguhnya Maryamah Karpov yang dijadikan judul dalam novel ini? Uniknya kisah si pemilik nama berbau Rusia ini hanya muncul beberapa kalimat saja, itupun baru muncul di pertengahan buku ini. Andrea hanya menyebutkan bahwa pemilik nama tersebut adalah Cik Maryamah yang karena kemahirannya mengajarkan permainan catur dengan langkah-langkah Karpov (Grand Master Catur Dunia) maka sesuai dengan kebiasaan Melayu yang sering memberikan julukan di belakang nama aslinya, maka diberilah nama Maryamah Karpov. Hanya itu, selebihnya nama dan kisah Maryamah tak lagi muncul dalam novel ini. Jika demikian mengapa nama wanita ini yang dijadikan judul?

Menyimak komentar dari banyak pembaca yang telah menuntaskan buku ini , soal judul inilah yang paling dipertanyakan oleh para pembacanya. Selain itu, tema umum dari novel ini juga menjadi tanda tanya besar karena meleset jauh dari tema soal perempuan yang sering telah diungkapkan Andrea dalam berbagai kesempatan. Di buku Sang Pemimpi (2006), Andrea dalam epilognya mengungkapkan bahwa, Maryamah Karpov akan membahas tentang " penghormatan kepada kaum perempuan" (Sang Pemimpi, hal 277). Pertanyaannya kini, bagian manakah dalam novel ini yang mengandung penghormatan terhadap perempuan? Bukankah ini hanyalah sebuah kisah romantika Ikal mencari Aling yang dibungkus petualangan seru.

Kejanggalan tersebut dan juga endingnya yang menggantung pada akhirnya memunculkan spekulasi bahwa akan ada Maryamah Karpov jilid 2. Untuk itu saya mencoba mengkonfirmasikan hal ini langsung pada Andrea Hirata. Dalam perbincangan telponnya, Andrea menegaskan bahwa Maryamah Karpov memang dibuat menjadi dua jilid. Jilid pertama yang sekarang telah terbit memang tak banyak membicarakan Maryamah Karpov karena di jilid ini Andrea bermaksud membangun karakter tokoh-tokoh yang kelak akan dimatangkan di jilid keduanya. Dan di jilid keduanyalah Maryamah Karpov akan banyak berperan.

Namun sangat disayangkan, dengan tegas Andrea menyatakan bahwa hingga saat ini jilid 2 Maryamah Karpov tidak akan diterbitkan !. Andrea mengungkapkan bahwa ada berbagai pertimbangan yang menyebabkan ia terpaksa menolak untuk menerbitkan Maryamah Karpov jilid 2 dan memilih 'menghilang' sementara dari dunia kepenulisan. Pertimbangan apa? Daripada saya salah mengutip pernyataan Andrea yang disampaikan pada saya lewat telpon, biarlah Andrea atau Renjana Organizer sendiri yang akan menjelaskannya pada publik kelak karena pembaca Tetralogi Laskar Pelangi butuh penjelasan yang tuntas dari penulis mengenai tidak tuntasnya novel pamungkas ini.

Selain soal keterkaitan antara judul dan isi, soal logika juga menjadi hal yang cukup mengganggu. Misalnya ketika Lintang yang hanya dengan mencoret-coret di atas pasir mampu memberikan rumusan ukuran-ukuran yang tepat untuk membuat sebuah perahu. Berdasarkan rumusan tersebut Ikal dan kawan-kawannya bisa membuat perahu, padahal kenyataannya dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman bertahun-tahun bagi seseorang untuk membuat perahu. Lalu bagaimana pula sebuah perahu kuno yang telah terkubur ratusan tahun dalam sungai bisa diangkat ke permukaan berkat ilmu fisika Lintang yang hanya tamatan SMP. Novel ini tak memberi penjelasan logis bagaimana Lintang yang tinggal di pulau terpencil sebagai petani kelapa bisa mengasah ilmunya hingga kini.

Seperti di tiga novel sebelumnya, Andrea juga masih menyajikan selipan berbagai kultur dan budaya Melayu dan suku-suku lain yang hidup berdampingan seperti Suku Sawang, Tionghoa, dan orang-orang bersarung. Karenanya Gangsar Sukrisno selaku CEO Penerbit Bentang Pustaka mengatakan bahwa tetralogi LP merupakan cultural literary non fiction yaitu sebuah karya non fiksi yang digarap secara sastra berdasarkan pendekatan budaya.

Berlebihankah? Hal ini membuka peluang untuk didiskusikan lebih lanjut. Jika memang demikian, maka Andrea telah menyumbangkan sesuatu yang berharga dalam khazanah sastra kita. Dan sangat disayangkan jika setelah menuntaskan Tetraloginya ini Andrea dikabarkan akan 'menghilang' untuk sementara. Apakah Andrea sedang mematangkan kelanjutan dari Maryamah Karpov yang memang belum selesai, atau ia sedang mempersiapkan karya yang lebih monumental? Semoga.

@h_tanzil


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: