Minggu, 21 Desember 2008

[resensi buku] Pribadi Cemerlang Michelle Obama

Dwi Fitria, Jurnal Nasional, Desember 2008

Pepatah lama mengatakan bahwa di balik semua laki-laki hebat pastilah ada seorang perempuan hebat.\" Frarikiih Delano Roosevelt (FDR) : mungkin\" tak akan.selegendaris sekarang jika di belakangnya tak ada sosok seorang perempuan bernama FJeanor Roosevelt. Pemerintahan Bill Clinton tak akan lengkap tanpa menyebut peran Hillary Clintoii di baliknya. Sementara tanpa persetujuan dan dukungan Michelle Obama, Barack Obama mungkin tak akan menjadi Presiden, kulit hitam pertama Amerika.

Saat tubuh FDR dilumpuhkan penyakit pada 1921, Eleanor kerap kali menggantikan suaminya tampil di depan umum dan memberikan pidato. Eleanor juga seorang perempuan yang aktif di berbagai organisasi. Ia terlibat dalam Women\\\'s Trade Union League \"yang bertujuan memperbaiki kondisi kerja perempuan dan menghapuskan buruh anak. Ia juga menjadi ketua Partai Demokrat cabang New York sepanjang 1920-an. Selain itu ia juga mengajar Sastra dan Sejarah Amerika di Tod Hunter School for Glrls di .New York. Peran Eleanor amat besar dalam mengantarkan FDR menjadi Presiden Amerika ke-32 pada 1933 hingga 1945.

Sementara Hillary Clinton menunjukkan dukungan dan kekuatan karakternya, ketika gosip perselingkuhan mengguncang reputasi Bill Clinton yang saat itu sedang berkampanye untuk pemilihan Presiden AS pada 1993. Kekuatan karakter yang sama kemudian kembali ia tunjukkan saat kasus Monica Lewinsky membuat Clinton terancam kehilangan jabatannya sebagai Presiden. Adalah pidato Hillary yang menyatakan bahwa dirinya memaafkan Clinton yang akhirnya membuat publik Amerika \"mengampuni\" President Amerika ke-42 itu.

Sama dengan Eleanor, Hillary juga seorang perempuan cerdas, dan ambisius. Dalam bidang akademis, ia malah lebih unggul dari suaminya. Lulus dari jurusan Political Science di Wellesley College, Hillary meneruskan pendidikan hukum di Yale Unlversity. Kecemerlangannya membuat banyak orang di dua perguruan tinggi terkemuka itu meramalkan kemungkinan dirinya terpilih sebagai presiden perempuan pertama Amerika. Hal ini nyaris dibuktikannya jika saja ia tak dikalahkan oleh Barack Obama.

Kemenangan Barack Obama menjadi Presiden ke 44, memperkenalkan kepada publik seorang lagi perempuan luar biasa, Michelle Obama. Sepanjang kampanye Barack Obama, sosok Michelle tak pernah absen mendampinginya. Saat Barack Obama memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi Presiden beberapa tahun lalu, adalah Michelle yang memastikan bahwa keputusan itu sudah dipikirkan masak-masak oleh Barack. Ia kemudian menanyakan berbagai pertanyaan kepada suami dan para pendukungnya. Apa yang akan berubah dalam kehidupan mereka sebagai konsekuesi dari kampanye ? Bagaimana mereka akan mendapatkan dana untuk kampanye? Bisakah mereka mengalahkan Clinton dan pendukungnya, ataukah keputusan ini sekadar keputusan yang didasarkan pada ego belaka.


Ia menegaskan bahwa la akan mendukung sepenuhnya suaminya itu. \"Kita memang harus mengikutinya sekarang, saat kita (berdua) masih segar, terbuka, tak punya rasa takut, dan berari, katanya suatu hari dalam sebuah wawancara dengan majalah Vantty Fair pada Desember 2007 lalu. Meski demikian, ia terlebih dulu memastikan bahwa usaha mereka ini bukanlah usaha yang sia-sia dengan melihat segala kemungkinannya.

Michelle LaVaughn Robinson dilahirkan di bagian selatan Kota Chichago, Illinois pada 17 Januari 1964. Ia lahir dari pasangan Frasier Robinson, seorang pegawai perusahaan air minum, dan Marian Shileds Robinson, seorang pegawai menengah di Spiegel Catalog Store. Ia memiliki seorang saudara laki-laki, Craig yang usianya dua tahun lebih tua darinya. Keluarga Michelle adalah sebuah keluarga sederhana, namun kedua orang tuanya menginginkan anak-anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada mereka. Frasier dan Marian Shields mendorong mereka untuk mencapai prestasi tertinggi di sekolah.

Frasier didiagnosa mengidap Multiple Sclerosis saat berusa 30 tahun, sebuah penyakit yang melumpuhkan Jaringan syaraf. Namun Frasier tetap semangat menjalani hidup. Ia selalu menjadi orang yang bangun paling pagi di rumahnya untuk berangkat kerja dengan bersemangat. Ini membuat kedua anaknya menjadi respek sekaligus bangga terhadapnya.

Baik Michelle maupun Craig tumbuh menjadi pribadi yang kuat yang, selalu berusaha melakukan yang terbaik. Michelle berhasil masuk ke Whitney Young High School, sebuah sekolah dengan kurikulum khusus untuk anak-anak berbakat, lulus pada 1981, dan kemudian meneruskan pendidikannya di \"jurusan Sosiologi, Unlversits Princeton di mana ia lulus dengan gelar cum laude pada 1985. Pada 1988 la mendapatkan gelar Juris Doctor dari Sekolah Hukum Harvard.

Ia bertemu Barack Obama saat menjadi. staf di Sidley and Austin, salah satu firma hukum terkemuka Chicago. Hanya ada beberapa staf kulit hitam di sana. Michelle yang sudah lebih dulu bekerja diminta menjadi mentor Barack saat Barack masih menjadi summer associate. Mereka kemudian menikah pada 18 Oktober 1992.

Meski sudah menikah, Michelle terus mengembangkan kariernya. Selain bekerja selama empat tahun untuk Sidley and Austin, ia juga dipercaya menjadi Asisten Wall Kota Chicago. Dan pada 1993 ia terpilih menjadi Direktur Eksekutif Chicago Public Allles, sebuah organisasi nirlaba yang mendorong para remaja untuk bekerja di lembaga-lembaga sosial.

Pada 1996. ia menjabat Pembantu Dekan bidang Kependidikan di Unlversity of Chicago. Pada 2002 ia bekerja untuk Rumah Sakit Universitas Chicago, dan kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden Urusan Komunitas dan Eksternal. dengan komitmen untuk mendukung Barack Obama; dalam kampanyenya, Michelle mengambil cuti panjang dari pekerjaannya itu.

Setelah Barack Obama terpilih menjadi presiden, ia berencana untuk mendedikasikan penuh waktunya untuk keluarga dan tugas-tugas sebagai ibu negara. Buku ini tak melulu berisi gambaran tentang Michelle Obama. Secara sekilas, buku ini juga membahas tentang kehidupan para istri Presiden Amerika Sebelum Michelle. Salah satu bab secara khusus membahas tentang para ibu negara Amerika yang dianggap terbaik dibanding lainnya. Di antaranya Eleanor Roosevelt, Jacqueline Kennedy, Laura Bush, dan tentu saja, Hillary Clinton. Sisi menarik diberikan buku ini lewat perbandingan kepada para pembacanya mengenai kiprah masing-masing ibu negara dan apa saja yang telah lakukan untuk Amerika.

Sesungguhnya, buku ini memberikan gambaran yang cukup lengkap tentang siapakah sosok Michelle Obama, ibu negara kulit hitam pertama yang dimiliki Amerika. Satu-satunya kelemahannya mungkin karena tidak disertai keterangan dari mana saja data mengenai Michelle Obama diambil.

Namun isinya cukuplah untuk memperkenalkan siapakah Michelle Obama kepada pari pembacanya, melengkapi literatur tentang Barack Obama yang semakin banyak membanjiri pasaran terlebih setelah la terpilih sebagai Presiden ke-44 Amerika

Pertanyaan selanjutnya adalah, mampukah Michelle Obama menyamai atau bahkan melebihi langkah dan pencapaian para ibu negara sebelumnya? Sebaiknya kita tunggu saja.


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: