Koran Tempo, Edisi 30 Mei 2009
Meski banyak sekali penggemar Manchester United tak tahu lokasi Old Trafford, nama ini niscaya amat lekat di benak mereka. Old Trafford adalah nama sebuah kawasan tempat dibangunnya stadion yang menjadi 'rumah' klab sepakbola itu sejak 1910. Sayangnya, kepindahan MU dari rumah lama mereka, Bank Street, ke stadion ini diukir dengan kekalahan dalam pertandingan perdananya sebagai tuan rumah bagi Liverpool, 3-4.
Dari Old Trafford itulah kesebelasan 'Setan Merah' mengukir sejarah lebih dari satu abad, menapaki jalan yang sukar, melewati masa-masa suram ketika kebobolan 115 gol dalam satu musim pertandingan, saat klab tak sanggup membayar gaji pemain, sampai akhirnya mereka meraih kejayaan. Keluarga besar MU, juga para penggemar, tentu tak melupakan tragedi Munich 1958, yang menewaskan tujuh pemain muda berbakat yang tengah menuju puncak karier. Bobby Charlton, yang selamat dalam kecelakaan pesawat ini, delapan tahun kemudian menjadi pemain terbaik Eropa dan mengantarkan tim Inggris berjaya di kejuaraan dunia.
Cerita dalam buku ini didominasi profil ringkas orang-orang yang membangun legenda MU: para sutradara yang tak lain para manajer seperti Alex Ferguson, kelompok legendaris--pemain-pemain yang mencorong prestasinya, MU's people--pemain non-legendaris, dan sang pemilik yang jumlahnya hanya segelintir. Lantaran porsinya yang pendek, kisah jatuh-bangunnya klub kurang tereksplorasi; padahal, cerita di balik pertandingan yang tersaji di lapangan tak akan kalah menariknya.
Sebagai pengagum Manchester United, saya senang sebuah buku yang membahas klub hebat ini terbit. Apalagi, klub sepakbola papan atas Eropa ini akan mengunjungi Indonesia. Begitu melihat buku ini, saya membayangkan bakal menemukan sebuah cerita yang mengalir dan seru ihwal kehebatan klub yang sudah berusia lebih dari satu abad ini. Saya berharap betul mendapati kisah jatuh-bangunnya klub yang amat didamba oleh pemain-pemain hebat untuk bisa bermain dalam kesebelasannya. Namun buku ini malah berlimpah data, yang membikin pusing lantaran angka dan angka terus bermunculan, hampir dalam setiap paragraf.
Bila buku ini ditulis untuk menyediakan data yang dapat dirujuk, barangkali kita memang akan memperolehnya. Perihal kapan Christian Ronaldo bergabung, berapa kali ia membela bendera MU, berapa banyak gol yang ia ciptakan. Atau berapa nilai transfer Wayne Rooney dari Everton dan kejuaraan apa saja yang Paul Ince ikut memberi andil bagi keberhasilan MU. Kisah kehebatan para legendaris seperti George Best, Bobby Charlton, Eric Cantona, Bryan Robson, dan Jaap Stam, apa boleh buat, tenggelam oleh angka. Apa yang ditulis tentang pemain-pemain ini tidak cukup menguarkan kehebatan mereka, gairah dan semangat mereka, juga kekecewaan dan rasa frustrasi mereka.
Mungkin karena tergesa-gesa dalam menulis (bukankah tim MU tidak lama lagi akan bertandang ke sini, jadi penerbit harus mengejar 'kesempatan terbaik' untuk meraih pembaca sebelum kedatangan tim MU), atau lantaran proses penyuntingan naskah yang tidak ketat, banyak kalimat dalam buku ini yang sukar dipahami. Salah satunya ialah cerita ihwal kehebatan Jaap Stam, si 'Big Dutchman': "Setelah permulaan meragukan, sekali lagi dia membereskannya di MU, banyak penampilannya benar-benar berkelas sejati." (hlm. 145) Atau, saat mengisahkan tentang Park Ji-Sung, pemain yang diimpor dari Korea Selatan, "Walaupun musim gelar pertamanya diakhiri dengan masalah cedera, kehilangan Ji-Sung di panggung Premiership pada musim 2006/07 yang bertipikal kuat di MU." (hlm. 210)
Yang lain: "Duo Portugal membuktikan diri mereka sekarang, bukan membuktikannya di masa depan yang lebih berpengalaman Hargreaves dan Tevez adalah bagian penting dari MU dalam perburuan gelar di akhir musim." (hlm. 236) Atau kalimat yang 'menggantung': " . Pada perjalanan pulang dari Belgrade pada 6 Februari 1958 yang menyebabkan dia meninggal pada usia yang sangat muda." (hlm 125, tentang Eddie Colman).
Teks semacam itu, yang mudah dijumpai di banyak halaman, agaknya sukar dihindari bila penggarapan naskah dilakukan terburu-buru dan dengan bahan utama tersedia dalam bahasa asing. Ada kecenderungan kuat pengalihbahasaan teks secara harfiah sehingga membuat tingkat keterbacaan naskah menjadi rendah.
Sejarah panjang Manchester United memang sangat layak diabadikan--seperti dinyatakan di sampul belakang buku ini, walau dalam bentuk buku instan sekalipun. Sayangnya, pengabadian sejarah panjang itu amat terganggu oleh ketergesa-gesaan.
Dian R. Basuki, pembaca
Meski banyak sekali penggemar Manchester United tak tahu lokasi Old Trafford, nama ini niscaya amat lekat di benak mereka. Old Trafford adalah nama sebuah kawasan tempat dibangunnya stadion yang menjadi 'rumah' klab sepakbola itu sejak 1910. Sayangnya, kepindahan MU dari rumah lama mereka, Bank Street, ke stadion ini diukir dengan kekalahan dalam pertandingan perdananya sebagai tuan rumah bagi Liverpool, 3-4.
Dari Old Trafford itulah kesebelasan 'Setan Merah' mengukir sejarah lebih dari satu abad, menapaki jalan yang sukar, melewati masa-masa suram ketika kebobolan 115 gol dalam satu musim pertandingan, saat klab tak sanggup membayar gaji pemain, sampai akhirnya mereka meraih kejayaan. Keluarga besar MU, juga para penggemar, tentu tak melupakan tragedi Munich 1958, yang menewaskan tujuh pemain muda berbakat yang tengah menuju puncak karier. Bobby Charlton, yang selamat dalam kecelakaan pesawat ini, delapan tahun kemudian menjadi pemain terbaik Eropa dan mengantarkan tim Inggris berjaya di kejuaraan dunia.
Cerita dalam buku ini didominasi profil ringkas orang-orang yang membangun legenda MU: para sutradara yang tak lain para manajer seperti Alex Ferguson, kelompok legendaris--pemain-pemain yang mencorong prestasinya, MU's people--pemain non-legendaris, dan sang pemilik yang jumlahnya hanya segelintir. Lantaran porsinya yang pendek, kisah jatuh-bangunnya klub kurang tereksplorasi; padahal, cerita di balik pertandingan yang tersaji di lapangan tak akan kalah menariknya.
Sebagai pengagum Manchester United, saya senang sebuah buku yang membahas klub hebat ini terbit. Apalagi, klub sepakbola papan atas Eropa ini akan mengunjungi Indonesia. Begitu melihat buku ini, saya membayangkan bakal menemukan sebuah cerita yang mengalir dan seru ihwal kehebatan klub yang sudah berusia lebih dari satu abad ini. Saya berharap betul mendapati kisah jatuh-bangunnya klub yang amat didamba oleh pemain-pemain hebat untuk bisa bermain dalam kesebelasannya. Namun buku ini malah berlimpah data, yang membikin pusing lantaran angka dan angka terus bermunculan, hampir dalam setiap paragraf.
Bila buku ini ditulis untuk menyediakan data yang dapat dirujuk, barangkali kita memang akan memperolehnya. Perihal kapan Christian Ronaldo bergabung, berapa kali ia membela bendera MU, berapa banyak gol yang ia ciptakan. Atau berapa nilai transfer Wayne Rooney dari Everton dan kejuaraan apa saja yang Paul Ince ikut memberi andil bagi keberhasilan MU. Kisah kehebatan para legendaris seperti George Best, Bobby Charlton, Eric Cantona, Bryan Robson, dan Jaap Stam, apa boleh buat, tenggelam oleh angka. Apa yang ditulis tentang pemain-pemain ini tidak cukup menguarkan kehebatan mereka, gairah dan semangat mereka, juga kekecewaan dan rasa frustrasi mereka.
Mungkin karena tergesa-gesa dalam menulis (bukankah tim MU tidak lama lagi akan bertandang ke sini, jadi penerbit harus mengejar 'kesempatan terbaik' untuk meraih pembaca sebelum kedatangan tim MU), atau lantaran proses penyuntingan naskah yang tidak ketat, banyak kalimat dalam buku ini yang sukar dipahami. Salah satunya ialah cerita ihwal kehebatan Jaap Stam, si 'Big Dutchman': "Setelah permulaan meragukan, sekali lagi dia membereskannya di MU, banyak penampilannya benar-benar berkelas sejati." (hlm. 145) Atau, saat mengisahkan tentang Park Ji-Sung, pemain yang diimpor dari Korea Selatan, "Walaupun musim gelar pertamanya diakhiri dengan masalah cedera, kehilangan Ji-Sung di panggung Premiership pada musim 2006/07 yang bertipikal kuat di MU." (hlm. 210)
Yang lain: "Duo Portugal membuktikan diri mereka sekarang, bukan membuktikannya di masa depan yang lebih berpengalaman Hargreaves dan Tevez adalah bagian penting dari MU dalam perburuan gelar di akhir musim." (hlm. 236) Atau kalimat yang 'menggantung': " . Pada perjalanan pulang dari Belgrade pada 6 Februari 1958 yang menyebabkan dia meninggal pada usia yang sangat muda." (hlm 125, tentang Eddie Colman).
Teks semacam itu, yang mudah dijumpai di banyak halaman, agaknya sukar dihindari bila penggarapan naskah dilakukan terburu-buru dan dengan bahan utama tersedia dalam bahasa asing. Ada kecenderungan kuat pengalihbahasaan teks secara harfiah sehingga membuat tingkat keterbacaan naskah menjadi rendah.
Sejarah panjang Manchester United memang sangat layak diabadikan--seperti dinyatakan di sampul belakang buku ini, walau dalam bentuk buku instan sekalipun. Sayangnya, pengabadian sejarah panjang itu amat terganggu oleh ketergesa-gesaan.
Dian R. Basuki, pembaca
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar