by: Abdullah Harahap
"Mia!" Sukiman menjerit. "Lakukanlah sekarang juga, Mia!"
Di liang lahat, Mia pelan-pelan merebahkan diri di sisi jenazah ibunya. Pipi jenazah itu ia usap dengan penuh kasih sayang, dan mulutnya berkata penuh cinta, "Kita tidur, Ibu? Kita tidur ya...?"
Sukiman tidak lagi mendengar apa yang diucapkan dan tidak tahan menyaksikan apa yang dilihatnya. Ia bukannya tergugah oleh keharuan manusiawi. Perasaan takut dan kalap telah menguasai dirinya sedemikian rupa. Ia cemburu setengah mati, tidak peduli kecemburuan itu ia tujukan pada seorang ibu. Dengan kemarahan membabibuta, Sukiman terjun ke liang lahat dan sekaligus menghunjamkan mata lembing sampai tenggelam di lumbung jenazah ibu Sumiati.
Dan tragedi mengerikan itu pun akhirnya terjadi.
Tragedi yang diawali oleh salah seorang anak buah Karaeng Galesung, kepala pasukan pelaut Makassar yang dahulu kala membantu Pangeran Trunojoyo mempertahankan kerajaan Kediri dari serbuan pasukan VOC. Kecewa dan marah oleh pengkhianatan yang berakibat terbunuhnya Pangeran Trunojoyo, si pelaut Makassar melarikan diri sambil menuntut ilmu ke hutan perawan di kaki Gunung Kawi. Malang menimpa, ia melakukan kesalahan fatal dan berbuntut sebuah kutukan yang di masa kini harus ikut diemban oleh Mia. "Hidup atau matilah sebagai serigala!"
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar