by: Sunardian Wirodono
"Sebuah cermin retak di serambi Indonesia..."
Yudhistira Massardi, sastrawan dan pemerhati film.
"Dari segi ide dan gagasan, naskah ini luar biasa. Luar biasa dalam pengertian: satu peristiwa politik dalam tanda petik bisa diolah dengan pendekatan budaya, dan itu sangat berhasil. Bukan hanya berhasil dalam pengertian digambarkan, melainkan berhasil dalam menggali permasalahan-permasalahan yang kalau boleh dibilang sensitif. Karena ini menyangkut isu-isu politik seperti GAM, TNI, dan HAM. Tetapi, ketika dihubungkan dengan masalah-masalah kebudayaan atau kemanusiaan, masalahnya toh sebetulnya masalah-masalah kemanusiaan biasa. Dari sudut kacamata inilah, menurut saya, Syair Panjang Aceh ini menarik. Sekali lagi, Syair Panjang Aceh ini betul-betul hebat! Hebat, menyentuh sekali persoalan-persoalan ke-manusiaannya. Masalah politisnya bisa dikembalikan ke masalah kemanusiaan, dan itu bagus. Seperti konflik antara bapak-anak, itu lebih sebagai konflik kemanusiaan. Penulisnya mampu mengontrol banget, kok. Dimensi politisnya tentu kuat, tetapi benang merahnya berhasil dikembalikan ke dimensi kemanusiaan."
Arswendo Atmowiloto, produser, sutradara film dan sinetron.
"Kisah ini membuat saya menoleh Aceh, dan ternyata haru saya tetap saja meleleh. Apalagi, kalau kelak tampil sebagai film, novel Syair Panjang Aceh ini akan terasa menggoyang arti ke-hidupan, yang meskipun singkat, namun penuh gamang dan derita panjang."
Djenar Maesa Ayu, cerpenis.
NOVEL ini berkisah tentang kehidupan orang Aceh, yang sarat gelora politik, budaya, agama, dan juga perjuangan hidup sebagai manusia yang bercita-cita hidup bahagia dan diperlakukan adil. Novel ini sangat kuat cita rasa sastranya, cermin manusia Aceh, penuh getir sekaligus romantika manusia Indonesia, yang karena kemelut politik dan ambisi, melenyapkan langgam detak jantung kehidupannya, dari keluarga, kerabat, hingga kekasih hatinya. Novel ini memberontak pada ketidakadilan, pada nasib buruknya, baik secara politik, budaya, tradisi, bahkan agama.
Yudhistira Massardi, sastrawan dan pemerhati film.
"Dari segi ide dan gagasan, naskah ini luar biasa. Luar biasa dalam pengertian: satu peristiwa politik dalam tanda petik bisa diolah dengan pendekatan budaya, dan itu sangat berhasil. Bukan hanya berhasil dalam pengertian digambarkan, melainkan berhasil dalam menggali permasalahan-permasalahan yang kalau boleh dibilang sensitif. Karena ini menyangkut isu-isu politik seperti GAM, TNI, dan HAM. Tetapi, ketika dihubungkan dengan masalah-masalah kebudayaan atau kemanusiaan, masalahnya toh sebetulnya masalah-masalah kemanusiaan biasa. Dari sudut kacamata inilah, menurut saya, Syair Panjang Aceh ini menarik. Sekali lagi, Syair Panjang Aceh ini betul-betul hebat! Hebat, menyentuh sekali persoalan-persoalan ke-manusiaannya. Masalah politisnya bisa dikembalikan ke masalah kemanusiaan, dan itu bagus. Seperti konflik antara bapak-anak, itu lebih sebagai konflik kemanusiaan. Penulisnya mampu mengontrol banget, kok. Dimensi politisnya tentu kuat, tetapi benang merahnya berhasil dikembalikan ke dimensi kemanusiaan."
Arswendo Atmowiloto, produser, sutradara film dan sinetron.
"Kisah ini membuat saya menoleh Aceh, dan ternyata haru saya tetap saja meleleh. Apalagi, kalau kelak tampil sebagai film, novel Syair Panjang Aceh ini akan terasa menggoyang arti ke-hidupan, yang meskipun singkat, namun penuh gamang dan derita panjang."
Djenar Maesa Ayu, cerpenis.
NOVEL ini berkisah tentang kehidupan orang Aceh, yang sarat gelora politik, budaya, agama, dan juga perjuangan hidup sebagai manusia yang bercita-cita hidup bahagia dan diperlakukan adil. Novel ini sangat kuat cita rasa sastranya, cermin manusia Aceh, penuh getir sekaligus romantika manusia Indonesia, yang karena kemelut politik dan ambisi, melenyapkan langgam detak jantung kehidupannya, dari keluarga, kerabat, hingga kekasih hatinya. Novel ini memberontak pada ketidakadilan, pada nasib buruknya, baik secara politik, budaya, tradisi, bahkan agama.
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar