Jumat, 03 Juli 2009

Kerapuhan Ekonomi Dunia

M.Iqbal Dawami, Seputar Indonesia, Minggu 28 Juni 2009

Kita semua tentu sudah tahu bahwa saat ini negara super power Amerika Serikat (AS) sedang dalam krisis keuangan. Penyebab dari krisis ekonomi AS adalah penumpukan hutang nasional yang mencapai 8.98 triliun USD, pengurangan pajak korporasi, pembengkakan biaya perang Irak dan Afghanistan, dan yang paling krusial adalah Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga properti sehingga membangkrutkan Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UF, dan yang lainnya.

Pada 2007 dampak tersebut mulai terasa di Eropa dan Asia. Pasar-pasar Asia ambruk dan pasar-pasar Eropa mulai tenggelam. Dunia tiba-tiba saja berhadapan dengan krisis likuiditas besar, Krisis Kredit Besar 2007-2008. Dan dengan cepat, bank-bank dan institusi finansial dunia lainnya berhenti mengeluarkan pinjaman. Di seluruh dunia, berbagai deal finansial pun berhenti mendadak. Di AS, banyak pembeli rumah yang potensial tidak bisa menutup pembelian mereka. Sistem finansial global mulai terperosok. Seakan-akan darah berhenti mengalir di dalam tubuh, dan si pasien, yang sepertinya tampak sehat beberapa hari sebelumnya, mulai koma.

Pasar kredit dunia pun macet karena tidak ada orang yang yakin dengan liabilitas pihak lain. Hal tersebut adalah keadaan yang berbahaya karena kalau pasar kredit privat berhenti berfungsi, seluruh ekonomi berada dalam posisi berbahaya—PHK, dana pensiun dihapus, nilai bersih dari tabungan rata-rata yang dimiliki keluarga dengan cepat ambruk ketika harga rumah merosot di bawah harga cicilan yang masih harus dibayar. Suku bunga pinjaman konsumsi pun melambung, di antaranya kredit mobil, kartu kredit, dan semuanya. Berarti cepat atau lambat, ekonomi akan menerima hantaman.

David M. Smick, mantan penasihat ekonomi para presiden AS, dan CEO Johnson Smick International, Inc. melalui bukunya Kiamat Ekonomi Global, mengatakan bahwa situasi di atas pada dasarnya berawal dari institusi-institusi keuangan di AS menempatkan sebagian besar pinjaman subprime-nya yang berbau busuk—bak limbah racun—ke dalam fasilitas holding terpisah, membagi jumlah totalnya ke dalam beberapa porsi yang lebih kecil, dan menjual bagian-bagian ini ke berbagai institusi finansial di Eropa dan Asia. Tidak lama kemudian, limbah beracun ini memercik seluruh sistem keuangan negara maju, tetapi tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Nah, hal itu menjadikan seluruh dunia mulai membenci AS.

Kita hidup di era globalisasi di mana pasar-pasar finansial telah terinternasionalisasi melalui suatu jejaring teknis finansial yang dikenal dengan nama sekuritasasi. Bagaimana bisa pasar-pasar finansial yang merefleksikan ekonomi yang kokoh di suatu waktu kemudian berubah menjadi kepanikan besar? Bagaimana bisa ketenangan yang ada di permukaan berubah menjadi ancaman serius bagi seluruh sistem perekonomian hanya dalam waktu semalam? Pertanyaan di atas dapat ditemukan dalam buku David M. Smick ini.

David Smick memandu pembaca ke dalam konstruksi selama tiga dekade yang dimiliki sistem finansial yang ada sekarang. Dia mengajak kita mengunjungi relung-relung finansial Eropa sampai ke kekayaan besar kementerian birokratis Asia hingga ke ruang-ruang belakang dari para elite kekuasaan di Washington dan juga ruang perdagangan yang penuh kekacauan di Wall Street.

Ada tiga alasan mengapa buku ini perlu dibaca. Pertama, buku ini merupakan wawasan luar biasa terhadap isi perut keuangan global, ditulis oleh orang dalam dengan gaya yang sangat mengasyikkan sehingga pembaca mana pun pasti bisa dengan mudah memahaminya. Kedua, tema utamanya tentang kerapuhan ekonomi dunia akan tetap membuat pembaca terjaga dan memaksa kita berpikir keras tentang berbagai isu yang belum mengemuka. Dan ketiga, buku ini memberikan peta jalan realistis di tengah keporak-porandaan yang kita alami sekarang.

Smick memaparkan bahwa kebanyakan orang AS sekarang ini tidak punya perspektif sejarah. Periode ledakan (boom) tidak terlalu dianggap serius. Para pemilih di AS yang berusia paruh baya sekarang ini dilahirkan di pertengahan tahun 1960-an. Mereka tidak punya ingatan tentang stagflasi dan antrean bensin yang panjang di tahun 1970-an, masa sebelum ekonomi terglobalisasi seperti sekarang ini. Mereka tidak pernah tahun apa pun kecuali ekonomi yang amat produktif, dengan harga saham yang luar biasa dan pekerjaan yang bergaji tinggi. Banyak penyokong utama globalisasi telah terbuai dan terlena. Karenanya, masa yang ada di depan adalah masa yang berpotensi menjadi masa penuh perubahan kebijakan yang sangat reaktif dan amat berhati-hati.

Ekonomi global spektakuler yang ada sekarang ini tidak stabil dan mengkhawatirkan. Ketika pekerjaan dan investasi berpindah-pindah di seluruh dunia, banyak orang kehilangan pendapatan. Dan ketika pergeseran besar ini terjadi, manfaat ekonomi dari sistem ini sering kali tidak disebarkan dengan adil. Sejatinya, skonomi global lebih mirip dengan organisme hidup yang sangat dinamis. Smick mengatakan, setiap tiga bulan saja, tujuh sampai delapan juta pekerjaan di AS menghilang dan sekitar jumlah yang sama atau lebih besar lagi pekerjaan diciptakan.

Krisis finansial global ini juga diperparah dengan beberapa fakta, seperti korporasi besar yang terus terancam hancur oleh kelas individu. Seperti IBM yang pernah terancam oleh Microsoft. Namun, sekarang ini Microsoft terancam oleh perusahaan-perusahaan baru yang melek internet, seperti Google atau sistem operasi open-source seperti Linux. Hal yang lainnya adalah banyaknya modal dunia bergantung pada investasi di AS, dan aset-aset finansial negara maju lainnya. Sejak tahun 1995, contohnya, 6,5 dolar triliun dalam bentuk modal asing bersih mengalir masuk ke AS. Lebih dari 1,7 dolar triliun defisit perdagangan untuk periode ini.

Beberapa fakta juga tak bisa diabaikan. Berbagai komplikasi geopolitik yang ada di Timur Tengah, runtuhnya kepercayaan terhadap pasar-pasar kredit dan arsitektur finansial AS, serta ketidakpastian global secara umum telah menjadi awan kelam yang menaungi proses inovasi ini di AS. Tidak mengejutkan kalau berbagai CEO perusahaan di AS, bahkan sebelum krisis yang berhubungan dengan subprime, mulai menarik diri, lebih suka membeli kembali saham-saham mereka, merger, akuisisi, daripada berhadapan dengan risiko investasi di usaha-usaha baru.

Fakta lainnya adalah peranan Cina dan India. Salah satu dari banyak hal yang menyumbang naiknya harga minyak yang tinggi sekarang adalah penimbunan yang dilakukan oleh para pemerintahan. Cina, India, dan konsumen lain mengacaukan pasar dunia dengan cara menambah cadangan energinya karena ekspektasi meningkatnya harga. "Ekspektasi naiknya harga juga menurunkan insentif (bagi produsen minyak) untuk menurunkan produksi minyak karena minyak di dalam tanah tampak sebagai aset yang nilainya terus meningkat" (hlm. 49).

Sekarang, dunia mengalami semacam guncangan tektonis dalam bidang finansial. AS, mulai dipandang skeptis oleh dunia. AS sendiri menemukan dirinya dalam suatu posisi yang berbahaya pada saat yang sama dikarenakan berbagai negara lain meniru praktik yang meningkatkan produktivitas ala AS dan mulai menjadi target investasi global yang relatif menarik. Hasilnya, pusat aktivitas finansial global mulai beralih dari kenyataan yang menempatkan AS sebagai pusat semua hal yang berbau finansial.

Karya konsultan pasar finansial pasar finansial di Wahington D.C. ini menawarkan wawasan penuh pengetahuan ke dalam jagat finansial internasional. Oleh karenanya, buku ini sangat relevan dengan situasi yang ada sekarang.***

M.Iqbal Dawami
Alumni Ponpes Darussalam, Ciamis-Jawa Barat dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, blogger buku di http://resensor.blogspot. com


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: