Sabtu, 04 Juli 2009

[resensi buku] Percikan Api Renaisans dari China

Seputar Indonesia | Minggu, 21 Juni 2009 | Oleh Mohamad Asrori Mulky*

"BIARKAN China terlelap. Sebab, jika China terbangun, dia akan mengguncang dunia lagi," kata Napoleon Bonaparte. Pernyataan Napoleon ini dapat kita tafsir paling tidak menjadi dua pengertian.

Pertama, ada ketakutan yang mendalam dari bangsa Eropa terhadap eksistensi China. Karena, China dipandang sebagai bangsa yang memiliki potensi besar untuk dapat bersaing dan bisa jadi dapat mengungguli kejayaan Eropa sekarang ini. Kedua, pernyataan ini seakan memberi penanda bahwa China pernah menjadi bangsa yang besar dan digdaya. Menurut para sejarawan, sejarah kebudayaan China adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia.

Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah China telah didiami oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Penemuan ini cukup membuktikan betapa bangsa China telah mengalami proses kehidupan yang teramat panjang di alam dunia ini. Sebagai kebudayaan tertua di dunia, China memiliki perbedaan yang unik jika dibandingkan dengan kebudayaan dan peradaban dunia lain seperti Mesir dan Babilonia. Hal ini disebabkan sejarah kebudayaan China tidak pernah terputus selama hampir 5.000 tahun lamanya.

Pergantian pemerintahan dari dinasti ke dinasti tidak mengakibatkan kebudayaan dan peradaban China mengalami kehancuran dan pergeseran yang teramat besar. Bahkan, hingga kini, peradaban bangsa China masih terus eksis dan bertahan, bahkan menjadi perhatian banyak orang, baik dari kalangan ilmuan, pengamat, arkeolog, sosiolog maupun kalangan lain. Menurut keterangan, orang seperti Ibnu Batutah dan Marco Polo di masanya sangat menaruh minat yang mendalam terhadap kebudayaan China.

Melalui jasa kedua orang inilah, konon, dunia mengetahui kebesaran dan kemegahan kebudayaan bangsa China dalam segala bidang. Nabi Muhammad pun dalam satu riwayatnya pernah menyeru umat manusia untuk belajar ke negeri China. Pada titik inilah posisi Gavin Menzies dalam buku 1434 ini menjadi penting. Menzies memberi kesimpulan yang cukup mencengangkan bahwa kemajuan materi peradaban dunia saat ini, terutama dunia Eropa, sesungguhnya mendapat sumbangsih yang cukup besar dari hasil teknologi peradaban China.

Kesimpulan Menzies ini sebetulnya ingin meluruskan pandangan yang mengatakan bahwa renaisans dilukiskan sebagai masa kelahiran kembali peradaban Eropa Klasik Yunani dan Romawi. Bagi Menzies justru percikan penularan pengetahuan intelektual China merupakan bukti yang tak dapat dimungkiri sebagai percikan api yang mengobarkan renaisans di Eropa hingga kini. Dalam buku setebal 430 halaman ini, Menzies memberikan banyak bukti tentang pengaruh China dalam kebangkitan kebudayaan Eropa sekarang ini.

Di antara temuan Menzies yang harus ketahui adalah menyangkut Cristopher Colombus. Bagi Menzies, Colombus bukanlah orang yang pertama kali menemukan Benua Amerika. Ada orang lain yang pernah menemukan benua itu sebelum Colombus menemukanya. Logikanya bagaimana mungkin seorang Colombus dapat menemukan Benua Amerika pertama kali pada 1492, sementara ia telah memiliki peta kawasan Amerika 18 tahun sebelum ia melakukan perjalanan dan menemukan Benua Amerika? Begitu juga dengan kasus Magellan, sang penjelajah dari Portugis.

Selama ini kita dipaksa meyakini bahwa Magellan adalah orang yang pertama kali menemukan Samudra Pasifik. Padahal, menurut Menzies, Martin Waldseemuller telah menerbitkan peta kawasan Amerika dan Samudra Pasifik pada 1507, 12 tahun sebelum Magellan melakukan pelayarannya. Lalu, pada 1515, empat tahun sebelum Magellan berlayar, Johannes Shoner menerbitkan sebuah peta yang memperlihatkan Selat Pasifik yang disebut "ditemukan" Magellan itu.

Namun, kedua pembuat peta ini, kata Menzies, bukan satu-satunya orang yang memiliki pengetahuan misterius tentang daratan yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh mereka berdua. Ada orang lain—bangsa lain—yang mendahului Magellan dan kedua pembuat peta itu mengetahui benua Pasifik. Buku yang sarat dengan teka-teki ini juga membeberkan kepada kita bahwa Paolo Toscanelli pernah mengirimkan peta benua Amerika kepada Colombus dan Raja Portugal— dari Raja Portugal inilah Magellan mendapatkan peta benua Pasifik.

Sementara Toscanelli sendiri pernah bertemu Duta Besar China yang singgah ke Florensia, yang secara bersamaan pula duta besar ini bertemu Paus Eugenius IV. Pada saat itulah delegasi China memberikan segudang pengetahuan kepada Toscanelli dalam berbagai bidang ilmu: seni, geografi (termasuk peta-peta dunia yang kemudian diteruskan kepada Colombus dan Magellan), astronomi, matematika, percetakan, arsitektur, pembuatan baja, persenjataan militer,dan lainnya.

Menzies juga menginformasikan kepada kita bahwa Leonardo da Vinci bukanlah seorang yang genius dan pintar sebagaimana kita yakini selama ini. Padahal, menurut Menzies, Leonardo tak lebih sebagai seorang juru gambar ketimbang penemu. Menzies meyakini, Leonardo banyak belajar dari seorang perancang dan insinyur andal, yaitu Francesco di Giorgio. Darinya Leonardo meniru cara membuat parasut, helikopter, kanal, saluran air, dan lainnya.

Untuk menguatkan kesimpulan Menzies di atas, Dr Ladislao Reti, ahli tentang Leonardo dalam Helicopters and Whirlgigs, menyimpulkan bahwa sebuah model helikopter dalam bentuk mainan baling-baling anak-anak muncul di Italia sekitar 1400 dari China dan memberi dasar teoretis bagi proyek helikopter Leonardo yang terkenal itu. Menzies juga memberi kesimpulan bahwa sumber pengetahuan yang dimiliki di Georgio tentang gambar-gambar mesin sepenuhnya diambil dari buku Nung Shu yang diterbitkan pada 1313 oleh bangsa China.

Buku ini sempat menjadi sumber inspirasi bagi banyak kalangan cendekia. Buku 1434 ini sangat penting dibaca karena memuat informasi yang baru, yang selama ini belum terpikirkan. Kita hanya meyakini bahwa renaisans pertama kali dikobarkan di daratan Eropa.

* Mohamad Asrori Mulky, Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta


www.dinamikaebooks.com

0 komentar: