TEMPO Interaktif, 22 Juni 2009
Jika banyak pihak bangga akan puluhan triliun rupiah devisa negara dari hasil pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Erman Suparno justru bersikap sebaliknya. Sebagai Menteri Tenaga Kerja, ia menilai di balik devisa yang masuk sebetulnya telah terjadi penguapan sumber daya manusia (SDM) ke luar negeri yang harganya jauh lebih mahal.
Kenyataan bahwa negeri yang kerap digambarkan gemah ripah loh jinawi ini sekarang justru terancam kerawanan pangan dan mulai tergantung kepada impor, menurut Erman, adalah dampak dari penguapan SDM kita.
Selain kehilangan kesempatan untuk memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri, mereka yang berbondong-bondong bekerja di luar negeri sesungguhnya telah kehilangan waktu untuk mendidik anak dan berkumpul bersama keluarga. Di mata Erman, jika anak-anak kurang mendapat sentuhan pendidikan dari orang tua, hal itu sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa dan kepribadian mereka. \"Ini kerugian generasi yang sangat mahal.\"
Dari observasi dan pengalamannya selama ini, Erman menyimpulkan bahwa pengangguran di Tanah Air adalah akibat dari masalah, bukan masalah itu sendiri. \"Pengangguran terjadi akibat salah manajemen dalam pengembangan sumber daya manusia kita,\" tulisnya (halaman 129).
Erman percaya, dalam konteks pembangunan nasional, SDM akan menjadi aset bila arah pengembangannya diselaraskan (link-match) dengan keunggulan potensial yang dimiliki oleh sumber daya alam (SDA) kita. Untuk itu, pijakan dalam mengembangkan SDM di setiap kawasan perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Sebab, faktanya, kekayaan alam di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan seterusnya amat beraneka.
Jika hal ini disadari dengan baik, kata Erman, kurikulum di Jawa, misalnya, seharusnya memasukkan materi tentang pertanian, di Sumatera soal perkebunan, Sulawesi bidang kelautan, serta Kalimantan dan Papua soal kehutanan dan pertambangan.
Hal ini sangat mungkin terwujud jika dukungan pemerintah dibangun di atas fondasi nilai-nilai untuk mengembangkan sektor alam secara berkelanjutan dengan visi yang sama. Tapi saat ini dukungan itu masih bersifat retoris.
\"Perlindungan terhadap petani, pertanian, perkebunan, dan pasar tradisional hanya ramai saat kampanye pemilu,\" kata Erman. Setelah itu, para petani kembali dibiarkan berhadapan dengan pasar bebas tanpa kekuatan untuk mengimbanginya.
Dukungan pemerintah, menurut Erman, juga amat dibutuhkan untuk memberikan keyakinan kepada generasi muda bahwa belajar tentang ilmu berbasis keunggulan sumber daya alam dan bekerja di lingkungan tersebut tak kalah bergengsi dibanding kerja kantoran.
Erman juga melontarkan ide tentang perlunya para penganggur disubsidi. Mereka yang berhak mendapat subsidi adalah orang-orang yang punya kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. \"Dengan pembinaan pemerintah secara massif dan berkelanjutan, mereka akan menjadi pencipta lapangan kerja, bukan pencari kerja.\" (halaman 143)
Meski ditulis oleh seorang menteri dengan empat gelar akademis, buku ini jauh dari paparan teori-teori rumit. Dengan pengalamannya di lapangan dan dipadu data-data lengkap, Erman mengupas satu per satu problematika ketenagakerjaan Indonesia dalam konteks optimisme: harapan untuk Indonesia yang lebih baik pada sektor ketenagakerjaan itu masih dan akan tetap ada.
Lantas, bagaimana dengan program transmigrasi yang juga menjadi tanggung jawabnya? Meski terkesan kurang mendapat publikasi dari media massa, Erman telah membuat terobosan kreatif di bidang ini
Pengalamannya memimpin PT Pembangunan Perumahan dan PT PP Taisei ia manfaatkan dengan menerapkan konsep kota terpadu mandiri (KTM). Melalui konsep ini, pertumbuhan kawasan transmigrasi dirancang untuk menjadi kota, dengan fungsi permukiman, pelayanan pemerintahan, serta jasa sosial dan ekonomi, melalui pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan mengutamakan pengembangan sektor pertanian.
Melalui KTM, transmigrasi sekaligus dimaksudkan untuk mendukung ketahanan dan kecukupan pangan, ketahanan nasional, kebijakan energi alternatif di kawasan transmigrasi, mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi dan investasi di daerah, serta menunjang penanggulangan pengangguran dan kemiskinan.
\"Melalui konsep ini, program transmigrasi tak lagi sekadar memindahkan penduduk kampung di Jawa ke kawasan lain yang lebih kampung di luar Jawa,\" tulis Erman.
Kata "kota", menurut dia, dimaksudkan untuk memberikan kesan kuat bahwa KTM memang dibangun sebagai sebuah kawasan kota yang serupa dengan kota-kota pada umumnya, meskipun dibangun di sebuah kawasan transmigrasi. \"Dengan demikian, secara psikologis KTM diharapkan dapat memberikan citra positif guna menarik minat masyarakat, khususnya kaum muda, untuk ikut bertransmigrasi.\" (halaman 230)
Dari 41 kawasan mulai Sumatera hingga Papua yang diusulkan pemerintah daerah untuk menjadi KTM, lima di antaranya telah dibangun pada 2007, dan 11 kawasan mulai dibangun pada 2008, serta 25 kawasan sedang dalam proses seleksi dan penelitian.
Sejak awal 2007, tercatat 60-an investor yang mengajukan kesediaan kerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mewujudkan konsep KTM. \"Hingga akhir 2008, pembangunan KTM sudah menyerap investasi sebesar Rp 4,7 triliun.\"
SUDRAJAT
Jika banyak pihak bangga akan puluhan triliun rupiah devisa negara dari hasil pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Erman Suparno justru bersikap sebaliknya. Sebagai Menteri Tenaga Kerja, ia menilai di balik devisa yang masuk sebetulnya telah terjadi penguapan sumber daya manusia (SDM) ke luar negeri yang harganya jauh lebih mahal.
Kenyataan bahwa negeri yang kerap digambarkan gemah ripah loh jinawi ini sekarang justru terancam kerawanan pangan dan mulai tergantung kepada impor, menurut Erman, adalah dampak dari penguapan SDM kita.
Selain kehilangan kesempatan untuk memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri, mereka yang berbondong-bondong bekerja di luar negeri sesungguhnya telah kehilangan waktu untuk mendidik anak dan berkumpul bersama keluarga. Di mata Erman, jika anak-anak kurang mendapat sentuhan pendidikan dari orang tua, hal itu sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa dan kepribadian mereka. \"Ini kerugian generasi yang sangat mahal.\"
Dari observasi dan pengalamannya selama ini, Erman menyimpulkan bahwa pengangguran di Tanah Air adalah akibat dari masalah, bukan masalah itu sendiri. \"Pengangguran terjadi akibat salah manajemen dalam pengembangan sumber daya manusia kita,\" tulisnya (halaman 129).
Erman percaya, dalam konteks pembangunan nasional, SDM akan menjadi aset bila arah pengembangannya diselaraskan (link-match) dengan keunggulan potensial yang dimiliki oleh sumber daya alam (SDA) kita. Untuk itu, pijakan dalam mengembangkan SDM di setiap kawasan perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Sebab, faktanya, kekayaan alam di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan seterusnya amat beraneka.
Jika hal ini disadari dengan baik, kata Erman, kurikulum di Jawa, misalnya, seharusnya memasukkan materi tentang pertanian, di Sumatera soal perkebunan, Sulawesi bidang kelautan, serta Kalimantan dan Papua soal kehutanan dan pertambangan.
Hal ini sangat mungkin terwujud jika dukungan pemerintah dibangun di atas fondasi nilai-nilai untuk mengembangkan sektor alam secara berkelanjutan dengan visi yang sama. Tapi saat ini dukungan itu masih bersifat retoris.
\"Perlindungan terhadap petani, pertanian, perkebunan, dan pasar tradisional hanya ramai saat kampanye pemilu,\" kata Erman. Setelah itu, para petani kembali dibiarkan berhadapan dengan pasar bebas tanpa kekuatan untuk mengimbanginya.
Dukungan pemerintah, menurut Erman, juga amat dibutuhkan untuk memberikan keyakinan kepada generasi muda bahwa belajar tentang ilmu berbasis keunggulan sumber daya alam dan bekerja di lingkungan tersebut tak kalah bergengsi dibanding kerja kantoran.
Erman juga melontarkan ide tentang perlunya para penganggur disubsidi. Mereka yang berhak mendapat subsidi adalah orang-orang yang punya kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. \"Dengan pembinaan pemerintah secara massif dan berkelanjutan, mereka akan menjadi pencipta lapangan kerja, bukan pencari kerja.\" (halaman 143)
Meski ditulis oleh seorang menteri dengan empat gelar akademis, buku ini jauh dari paparan teori-teori rumit. Dengan pengalamannya di lapangan dan dipadu data-data lengkap, Erman mengupas satu per satu problematika ketenagakerjaan Indonesia dalam konteks optimisme: harapan untuk Indonesia yang lebih baik pada sektor ketenagakerjaan itu masih dan akan tetap ada.
Lantas, bagaimana dengan program transmigrasi yang juga menjadi tanggung jawabnya? Meski terkesan kurang mendapat publikasi dari media massa, Erman telah membuat terobosan kreatif di bidang ini
Pengalamannya memimpin PT Pembangunan Perumahan dan PT PP Taisei ia manfaatkan dengan menerapkan konsep kota terpadu mandiri (KTM). Melalui konsep ini, pertumbuhan kawasan transmigrasi dirancang untuk menjadi kota, dengan fungsi permukiman, pelayanan pemerintahan, serta jasa sosial dan ekonomi, melalui pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan mengutamakan pengembangan sektor pertanian.
Melalui KTM, transmigrasi sekaligus dimaksudkan untuk mendukung ketahanan dan kecukupan pangan, ketahanan nasional, kebijakan energi alternatif di kawasan transmigrasi, mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi dan investasi di daerah, serta menunjang penanggulangan pengangguran dan kemiskinan.
\"Melalui konsep ini, program transmigrasi tak lagi sekadar memindahkan penduduk kampung di Jawa ke kawasan lain yang lebih kampung di luar Jawa,\" tulis Erman.
Kata "kota", menurut dia, dimaksudkan untuk memberikan kesan kuat bahwa KTM memang dibangun sebagai sebuah kawasan kota yang serupa dengan kota-kota pada umumnya, meskipun dibangun di sebuah kawasan transmigrasi. \"Dengan demikian, secara psikologis KTM diharapkan dapat memberikan citra positif guna menarik minat masyarakat, khususnya kaum muda, untuk ikut bertransmigrasi.\" (halaman 230)
Dari 41 kawasan mulai Sumatera hingga Papua yang diusulkan pemerintah daerah untuk menjadi KTM, lima di antaranya telah dibangun pada 2007, dan 11 kawasan mulai dibangun pada 2008, serta 25 kawasan sedang dalam proses seleksi dan penelitian.
Sejak awal 2007, tercatat 60-an investor yang mengajukan kesediaan kerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mewujudkan konsep KTM. \"Hingga akhir 2008, pembangunan KTM sudah menyerap investasi sebesar Rp 4,7 triliun.\"
SUDRAJAT
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar