@h_tanzil, http://bukuygkubaca.blogspot. com
The Dragon Scroll adalah sebuah kisah detektif dengan setting Jepang di abad ke 11 ketika pemerintahan Jepang berada dalam periode Heian (794-1185). Mirip dengan kekaisaran Teng di China yang pemerintahannya terpusat, Jepang dikendalikan langsung dari ibukota Heian Kyo (Kyoto) oleh seorang kaisar dengan birokrasi yang rumit. Saat itu Jepang dibagi ke dalam beberapa propinsi yang diperintah oleh seorang gubernur yang bertugas mengawasi hukum dan tata tertib di daerahnya, termasuk penarikan pajak propinsi.
Sugawara Akitada, seorang bangsawan muda yang cerdas dan idealis yang sedang menata kariernya, baru saja dilantik menjadi panitera muda dalam Kementrian Kehakiman. Ia diberi tugas pertama oleh pemerintah untuk menyelidiki hilangnya iring-iringan pajak yang dikirim dari propinsi Kazusa. Ini adalah perjalanan pertamanya ke luar ibukota, untuk itu ia dibantu oleh Seimei, pelayan keluarga Akitada yang setia, mahir dalam pembukuan, dan memiliki pengetahuan yang sangat luas soal ramuan herbal. Selain itu dalam perjalanannya ia juga bertemu dengan Tora, seorang pengelana urakan yang turut menyertai Atikada dan Seimei dalam menjalankan tugas mereka.
Tugas yang diemban Atikada bukanlah hal yang mudah, karena ia harus berhadapan dengan pejabat-pejabat setempat seperti Motosuke, gubernur Kazusa, Residen Ikeda, mantan gubernur Lord Tachibana, yang merupakan tokoh-tokoh senior dan terpandang. Hal pertama yang dilakukannya adalah memeriksa arsip-arsip dan pembukuan gubernur Motosuke. Walau ia disambut dengan hangat namun Atikada tetap menjaga jarak dengan Motosuke, apalagi ketika diketahui Motosuke memberikan batangan emas di mangkuk makanannya. Apakah sang gubernur hendak menyogoknya?
Temuan sementara ternyata arsip dan laporan pembukuan sang gubernur rapih dan bersih dari unsur-unusur penggelapan keuangan negara, namun pemberian sang gubernur membuat Akitada mencurigainya. Belum lagi ia menyelidiki lebih lanjut, sebuah peristiwa berdarah terjadi. Lord Tachibana, mantan gubernur Kazusa terbunuh dalam ruang kerjanya. Padahal sehari sebelumnya Lord Tachibana mengundang Akitada untuk berkunjung ke rumahnya karena ada hal penting yang ingin disampaikannya secara rahasia. Pembunuhan ini tentu saja membuat Akitada curiga bahwa Lord Tachibana memiliki informasi mengenai hilangnya iring-iringan pajak dan ia sengaja dibunuh agar tak membuka mulut pada Akitada.
Benarkah Lord Tachibana dibunuh agar pelaku penggelapan pajak tak terungkap?. Akitada harus memutar akal agar dapat mengungkap semua itu. Bukannya semakin mudah karena berbagai persoalan rumit mulai menghadangnya, mulai dari persoalan perselingkuhan istri muda Lord Tachibana dengan seorang pejabat negara, terbunuhnya seorang mucikari, hingga keberadaan biara Empat Wajah Kebijaksanaan yang semakin kaya serta rahib-rahibnya yang sering membuat onar penduduk kota. Adakah keterkaitan semua itu dengan hilangnya iring-iringan pajak yang tak pernah sampai ke ibukota?
Akitada tak menyerah pada tantangan yang dihadapinya, bersama Seimei dan Tora, mereka berbagi tugas dalam melaksanakan tugas mereka, berhadapan dengan dunia politik yang kelam dan birokrasi yang rumit, mencoba menguak apa yang sesungguhnya terjadi di Kazuza yang penuh dengan intrik politik dan beberapa kasus pembunuhan yang terjadi selama Akitada berada di Kazusa.
Selain itu konsentrasi Akitada juga terpecah karena hatinya tertaut pada seorang gadis lokal yang memiliki seorang adik yang bisu yang ternyata merupakan salah satu saksi kunci dalam mengungkap kasus yang dihadapinya.
Bagi yang menyenangi kisah-kisah misteri detektif atau penggemar kisah-kisah samurai atau Jepang kuno tentunya kisah Akitada dalam The Dragon Scroll ini layak dicoba karena memadukan kisah detektif ala Alfred Hitcock dengan petualangan samurai Jepang. Pertarungan ala Samurai dan penyelidikan ala Alfred Hitchcock kental mewarnai novel ini. Selain itu yang membuat menarik dalam novel ini adalah settingnya yang eksotis yaitu Jepang di abad ke 11.
Melalui novel kita bisa mengetahui bagaimana kondisi sosial dan budaya Jepang di masa tersebut, misalnya budaya korupsi, birokrasi yang rumit, nuansa politik kotor dan bagaimana hilangnya kepercayaan masyarakat pada petugas negara mewarnai novel ini, selain itu kisah percintaan juga menjadi menu tambahan didalamnya.
Apa yang dicoba dideskripsikan oleh IJ Parker dalam novel ini bukanlah khayalan semata karena penulisnya telah melakukan riset yang mendalam mengenai suasana Jepang abad ke 11. Beberapa tempat, kejadian-kejadian, dan beberapa tokoh dalam novel ini didasarkan pada apa yang tercatat dalam sejarah. Karenanya dalam kadar tertentu, melalui novel ini kita memperoleh beberapa informasi mengenai sejarah kuno Jepang.
Sayang plotnya yang tak terlalu cepat dan halamannya yang tebal kadang membuat saya agak bosan membacanya. Untungnya jalinan peristiwa misteri yang saling kait mengkait yang ditulis dengan kalimat-kalimat yang mudah dicerna dan enak dibaca membuat saya bertahan untuk menamatkan novel ini hingga selesai dan menemukan semua jawaban atas kasus yang dihadapi Akitada.
Sebagai pelengkap, di bab terakhir novel ini terdapat bab "Latar Sejarah" yang berisi latar sejarah dan situasi sosial, politik, agama, dan budaya Jepang di abad ke 11. Walau diletakkan di bagian akhir, bab ini ada baiknya juga dibaca sebelum kita mulai membaca novel ini karena setidaknya apa yang ditulis di bab ini memberikan gambaran riil mengenai setiing cerita yang dibangun dan memudahkan kita untuk lebih memahami dan menikmati kisah petualangan Akitada melalui latar sejarah, sosial, dan budaya Jepang di masa itu.
Kisah Akitada ternyata tak berhenti pada novel ini saja karena The Dragon Scroll merupakan buku pertama dari serial Sugawara Akitada. Selanjutnya masih ada lima judul seri Akitada yang telah ditulis oleh I.J. Parker yaitu : Rahsomon Gate, Black Arrow, Island of Exiles, The Hell Screen, dan The Convict Sword. Semoga kesemua judul ini kelak akan diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Kantera.
The Dragon Scroll adalah sebuah kisah detektif dengan setting Jepang di abad ke 11 ketika pemerintahan Jepang berada dalam periode Heian (794-1185). Mirip dengan kekaisaran Teng di China yang pemerintahannya terpusat, Jepang dikendalikan langsung dari ibukota Heian Kyo (Kyoto) oleh seorang kaisar dengan birokrasi yang rumit. Saat itu Jepang dibagi ke dalam beberapa propinsi yang diperintah oleh seorang gubernur yang bertugas mengawasi hukum dan tata tertib di daerahnya, termasuk penarikan pajak propinsi.
Sugawara Akitada, seorang bangsawan muda yang cerdas dan idealis yang sedang menata kariernya, baru saja dilantik menjadi panitera muda dalam Kementrian Kehakiman. Ia diberi tugas pertama oleh pemerintah untuk menyelidiki hilangnya iring-iringan pajak yang dikirim dari propinsi Kazusa. Ini adalah perjalanan pertamanya ke luar ibukota, untuk itu ia dibantu oleh Seimei, pelayan keluarga Akitada yang setia, mahir dalam pembukuan, dan memiliki pengetahuan yang sangat luas soal ramuan herbal. Selain itu dalam perjalanannya ia juga bertemu dengan Tora, seorang pengelana urakan yang turut menyertai Atikada dan Seimei dalam menjalankan tugas mereka.
Tugas yang diemban Atikada bukanlah hal yang mudah, karena ia harus berhadapan dengan pejabat-pejabat setempat seperti Motosuke, gubernur Kazusa, Residen Ikeda, mantan gubernur Lord Tachibana, yang merupakan tokoh-tokoh senior dan terpandang. Hal pertama yang dilakukannya adalah memeriksa arsip-arsip dan pembukuan gubernur Motosuke. Walau ia disambut dengan hangat namun Atikada tetap menjaga jarak dengan Motosuke, apalagi ketika diketahui Motosuke memberikan batangan emas di mangkuk makanannya. Apakah sang gubernur hendak menyogoknya?
Temuan sementara ternyata arsip dan laporan pembukuan sang gubernur rapih dan bersih dari unsur-unusur penggelapan keuangan negara, namun pemberian sang gubernur membuat Akitada mencurigainya. Belum lagi ia menyelidiki lebih lanjut, sebuah peristiwa berdarah terjadi. Lord Tachibana, mantan gubernur Kazusa terbunuh dalam ruang kerjanya. Padahal sehari sebelumnya Lord Tachibana mengundang Akitada untuk berkunjung ke rumahnya karena ada hal penting yang ingin disampaikannya secara rahasia. Pembunuhan ini tentu saja membuat Akitada curiga bahwa Lord Tachibana memiliki informasi mengenai hilangnya iring-iringan pajak dan ia sengaja dibunuh agar tak membuka mulut pada Akitada.
Benarkah Lord Tachibana dibunuh agar pelaku penggelapan pajak tak terungkap?. Akitada harus memutar akal agar dapat mengungkap semua itu. Bukannya semakin mudah karena berbagai persoalan rumit mulai menghadangnya, mulai dari persoalan perselingkuhan istri muda Lord Tachibana dengan seorang pejabat negara, terbunuhnya seorang mucikari, hingga keberadaan biara Empat Wajah Kebijaksanaan yang semakin kaya serta rahib-rahibnya yang sering membuat onar penduduk kota. Adakah keterkaitan semua itu dengan hilangnya iring-iringan pajak yang tak pernah sampai ke ibukota?
Akitada tak menyerah pada tantangan yang dihadapinya, bersama Seimei dan Tora, mereka berbagi tugas dalam melaksanakan tugas mereka, berhadapan dengan dunia politik yang kelam dan birokrasi yang rumit, mencoba menguak apa yang sesungguhnya terjadi di Kazuza yang penuh dengan intrik politik dan beberapa kasus pembunuhan yang terjadi selama Akitada berada di Kazusa.
Selain itu konsentrasi Akitada juga terpecah karena hatinya tertaut pada seorang gadis lokal yang memiliki seorang adik yang bisu yang ternyata merupakan salah satu saksi kunci dalam mengungkap kasus yang dihadapinya.
Bagi yang menyenangi kisah-kisah misteri detektif atau penggemar kisah-kisah samurai atau Jepang kuno tentunya kisah Akitada dalam The Dragon Scroll ini layak dicoba karena memadukan kisah detektif ala Alfred Hitcock dengan petualangan samurai Jepang. Pertarungan ala Samurai dan penyelidikan ala Alfred Hitchcock kental mewarnai novel ini. Selain itu yang membuat menarik dalam novel ini adalah settingnya yang eksotis yaitu Jepang di abad ke 11.
Melalui novel kita bisa mengetahui bagaimana kondisi sosial dan budaya Jepang di masa tersebut, misalnya budaya korupsi, birokrasi yang rumit, nuansa politik kotor dan bagaimana hilangnya kepercayaan masyarakat pada petugas negara mewarnai novel ini, selain itu kisah percintaan juga menjadi menu tambahan didalamnya.
Apa yang dicoba dideskripsikan oleh IJ Parker dalam novel ini bukanlah khayalan semata karena penulisnya telah melakukan riset yang mendalam mengenai suasana Jepang abad ke 11. Beberapa tempat, kejadian-kejadian, dan beberapa tokoh dalam novel ini didasarkan pada apa yang tercatat dalam sejarah. Karenanya dalam kadar tertentu, melalui novel ini kita memperoleh beberapa informasi mengenai sejarah kuno Jepang.
Sayang plotnya yang tak terlalu cepat dan halamannya yang tebal kadang membuat saya agak bosan membacanya. Untungnya jalinan peristiwa misteri yang saling kait mengkait yang ditulis dengan kalimat-kalimat yang mudah dicerna dan enak dibaca membuat saya bertahan untuk menamatkan novel ini hingga selesai dan menemukan semua jawaban atas kasus yang dihadapi Akitada.
Sebagai pelengkap, di bab terakhir novel ini terdapat bab "Latar Sejarah" yang berisi latar sejarah dan situasi sosial, politik, agama, dan budaya Jepang di abad ke 11. Walau diletakkan di bagian akhir, bab ini ada baiknya juga dibaca sebelum kita mulai membaca novel ini karena setidaknya apa yang ditulis di bab ini memberikan gambaran riil mengenai setiing cerita yang dibangun dan memudahkan kita untuk lebih memahami dan menikmati kisah petualangan Akitada melalui latar sejarah, sosial, dan budaya Jepang di masa itu.
Kisah Akitada ternyata tak berhenti pada novel ini saja karena The Dragon Scroll merupakan buku pertama dari serial Sugawara Akitada. Selanjutnya masih ada lima judul seri Akitada yang telah ditulis oleh I.J. Parker yaitu : Rahsomon Gate, Black Arrow, Island of Exiles, The Hell Screen, dan The Convict Sword. Semoga kesemua judul ini kelak akan diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Kantera.
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar