Jody http://jodypojoh. blogdrive. com
Breakfast at Tiffany's adalah salah satu karya Truman Capote (1925-1984) yang telah melambungkan namanya sebagai salah satu pengarang papan atas Amerika. Ditulis dalam bentuk novel pendek (novella), Breakfast at Tiffany's pertama kali terbit tahun 1958 dalam sebuah kumpulan cerita bertajuk Breakfast at Tiffany's: A Short Novel and Three Stories.
Sebagai karakter utama, Capote menciptakan sosok perempuan bernama Holly Golightly. Kabarnya, Holly menjadi karakter favorit sang pengarang dari semua karakter yang pernah ia ciptakan. Karakter ini didasarkan pada beberapa selebritas wanita pada zamannya dan sebelumnya, oleh Capote, diberi nama Connie Gustafson. Saat diperkenalkan kepada pembaca, Holly belum berusia 19 tahun, seorang perempuan berpenampilan menawan dengan rambut cepak dicat warna-warni. Perempuan yang suka menyapa orang dengan "Darling" ini kabur dari rumahnya pada usia 14 tahun menuju Holywood, dan disebut-sebut berasal dari Boston. Mencampakkan masa depannya sebagai bintang di Holywood, Holly minggat ke New York.
Setelah menjadi figuran di Holywood, Holly punya alasan tersendiri untuk tidak menjadi seorang bintang film terkenal (hlm. 55). Menurut Holly, sangat penting bagi seorang bintang film untuk tidak memiliki ego sama sekali. Padahal, dirinya punya ego raksasa. Menjadi bintang memang akan membuatnya kaya dan terkenal, namun akan memaksanya menyingkirkan ego. Bukan berarti Holly tidak ingin kaya dan terkenal, "Tapi jika saat itu tiba, aku masih ingin memiliki egoku. Aku ingin tetap menjadi diriku sendiri saat terbangun pada suatu pagi yang cerah dan sarapan di Tiffany's. Aku tidak ingin memiliki apa pun hingga aku tahu bahwa aku telah menemukan tempat untuk menampung diriku dan segala milikku. Saat ini aku belum yakin di mana tempat itu berada. Tapi, aku tahu seperti apa wujudnya. Tempat itu seperti Tiffany's."
Di New York, Holly tinggal di sebuah apartemen dari bata cokelat di East Seventies. Ia tidak mengisi ruangannya dengan perabot dan memelihara kucing yang tak ia beri nama. Seperti katanya, ia akan membeli perabot dan memberi nama kucingnya, jika ia telah bisa menemukan tempat sungguhan yang membuatnya merasa seperti sedang berada di Tiffany's. Jangan salah. Tiffany's memang menjual berlian, namun Holly tergila-gila tempat itu bukan karena ia pencinta berlian. Baginya, berlian adalah aksesori perempuan yang sudah benar-benar tua. Tiffany menjadi tempat favorit Holly karena ke sanalah ia pergi ketika sedang 'merasa merah' dan langsung merasa tenang dan lebih baik.
Di dalam lingkungan pergaulan Holly, tidak ada yang tahu, sesungguhnya Holly bukanlah nama asli. Ia menyimpan rapat cerita masa lalu yang telah ia tinggalkan. Baginya, hanya dua hal yang boleh dibawa dari masa lalunya: kenangan akan Fred, abangnya dan kedoyanannya pada laki-laki yang jauh lebih tua darinya.
Meski terlibat dengan berbagai laki-laki kalangan atas New York, perempuan berjiwa bebas yang getol berpesta ini bukan tukang porot. Setiap Kamis ia mesti mengunjungi Salvatore Tomato, gembong mafia yang disekap di penjara Sing Sing. Dan untuk apa yang ia lakukan ini, setiap kali berkunjung, ia mendapatkan seratus dolar yang digunakannya untuk membiayai hidup.
Namun, waktu menunjukkan kepada Holly jika ia tidak akan terus menikmati kehidupan semacam itu. Meski Tiffany's ada di sana, tidak ada 'tempat seperti Tiffany's" yang membuat Holly tetap bertahan untuk tinggal, membeli perabot dan memberi nama kucingnya.
Berseting utama tahun 1940-an di New York, cerita dalam novella ini dituturkan menggunakan perspektif orang pertama, yaitu seorang pemuda yang saat cerita dimulai, sedang berusaha menerbitkan tulisannya. Tidak disebutkan dengan pasti siapa nama narator ini. Holly memanggilnya Fred, seperti nama abangnya, sebelum abangnya meninggal. Setelah abangnya meninggal, Holly memanggilnya Buster atau kadang Cookie. Tetapi sebenarnya, Truman Capote-lah, si penulis Breakfast at Tiffany's, yang menjadi narator. Bukan hanya karena pemuda dalam novella ini disebut-sebut sebagai pengarang, tetapi dalam cerita ini juga disebutkan jika si narator berulang tahun tanggal 30 September (hlm. 115). Truman Capote lahir pada 30 September 1924 di New Orleans (Louisiana).
Breakfast at Tiffany's ditulis sebagai kenangan sang narator akan perempuan eksentrik yang dijumpainya semasa menghuni apartemen di East Seventies di masa lalunya. Mereka berkenalan, kemudian bersahabat, tanpa memaksakan cinta hadir di tengah mereka. Bukan berarti tidak ada cinta yang disemai dalam lembar-lembar novel pendek ini. Hanya, bukan si narator yang mengalami manisnya cinta dengan Holly. Ia hadir bak penonton, merekam percintaan Holly yang jauh dari kesan romantis dan seolah begitu mudah memudar. Pada halaman 103, si narator memang menyatakan pernah jatuh cinta kepada Holly, tapi bukan jenis cinta antara lelaki dan perempuan.
Boleh dikata, Breakfast at Tiffany's ditulis dengan lugas. Pembaca tidak akan berhadapan dengan cerita yang diracik berbelit-belit dalam buku tanpa pembagian bab ini. Juga tidak akan menemukan konflik eksplosif di dalamnya yang melibatkan tokoh-tokoh utama novel. Capote memang hanya fokus pada kisah hidup Holly beserta kejutan-kejutan yang dialaminya. Konflik berarti yang ada hanya berpusar dalam diri Holly sendiri. Namun, ini tidak lantas membuat Breakfast at Tiffany's tidak menarik atau hadir seadanya saja. Segala aspek mengenai Holly terasa menggelitik dan menyentuh pada bagian yang tepat. Paling mengesankan adalah ikhwal kerinduannya untuk menjangkau kebahagiaan, menemukan tempat di dalam hidupnya yang mampu membuatnya tenang.
Karena bukan kisah romantis, dan memang tidak ditulis dengan romantis, saya suka pamungkas yang disuguhkan Capote. Olehnya, kisah Holly dibuat dengan akhir yang tidak tuntas. Ia tidak memberikan kepastian mengenai nasib Holly. Tidak memberi tahu pembaca apakah akhirnya Holly benar-benar menemukan tempat yang ia cari. Namun, dengan akhir seperti itu, Capote memberikan sengatan yang masih akan dikenang pembaca, bahkan lama setelah cerita selesai dibaca.
Pada tahun 1961, Breakfast at Tiffany's dialihwahanakan menjadi sebuah film berjudul sama oleh sutradara Blake Edwards. Film ini mengubah kisah Capote yang tidak romantis menjadi kisah romantis. Dan memberikan akhir berbeda yang bahagia ala Holywood: menjodohkan Holly dan si "Fred". Film ini meraih sukses besar di seluruh dunia dan meningkatkan popularitas Audrey Hepburn yang memerankan Holly. Namun Capote kecewa. Sebab, sewaktu menjual hak untuk pembuatan film karyanya ini kepada Paramount Studios, Capote menginginkan Marilyn Monroe yang memerankan Holly Golightly. Nyatanya, selain keinginannya ini tidak diindahkan, cerita aslinya diubah untuk memuaskan selera Holywood.
Edisi Indonesia yang diterjemahkan Berlian Nugrahani ini terbilang enak dibaca. Selain setia mempertahankan gaya tutur Capote, penerjemah ini kerap membagi satu alinea dalam bahasa Inggris yang cukup panjang menjadi beberapa alinea dalam bahasa Indonesia, sehingga lebih mudah dicerna.
Breakfast at Tiffany's adalah salah satu karya Truman Capote (1925-1984) yang telah melambungkan namanya sebagai salah satu pengarang papan atas Amerika. Ditulis dalam bentuk novel pendek (novella), Breakfast at Tiffany's pertama kali terbit tahun 1958 dalam sebuah kumpulan cerita bertajuk Breakfast at Tiffany's: A Short Novel and Three Stories.
Sebagai karakter utama, Capote menciptakan sosok perempuan bernama Holly Golightly. Kabarnya, Holly menjadi karakter favorit sang pengarang dari semua karakter yang pernah ia ciptakan. Karakter ini didasarkan pada beberapa selebritas wanita pada zamannya dan sebelumnya, oleh Capote, diberi nama Connie Gustafson. Saat diperkenalkan kepada pembaca, Holly belum berusia 19 tahun, seorang perempuan berpenampilan menawan dengan rambut cepak dicat warna-warni. Perempuan yang suka menyapa orang dengan "Darling" ini kabur dari rumahnya pada usia 14 tahun menuju Holywood, dan disebut-sebut berasal dari Boston. Mencampakkan masa depannya sebagai bintang di Holywood, Holly minggat ke New York.
Setelah menjadi figuran di Holywood, Holly punya alasan tersendiri untuk tidak menjadi seorang bintang film terkenal (hlm. 55). Menurut Holly, sangat penting bagi seorang bintang film untuk tidak memiliki ego sama sekali. Padahal, dirinya punya ego raksasa. Menjadi bintang memang akan membuatnya kaya dan terkenal, namun akan memaksanya menyingkirkan ego. Bukan berarti Holly tidak ingin kaya dan terkenal, "Tapi jika saat itu tiba, aku masih ingin memiliki egoku. Aku ingin tetap menjadi diriku sendiri saat terbangun pada suatu pagi yang cerah dan sarapan di Tiffany's. Aku tidak ingin memiliki apa pun hingga aku tahu bahwa aku telah menemukan tempat untuk menampung diriku dan segala milikku. Saat ini aku belum yakin di mana tempat itu berada. Tapi, aku tahu seperti apa wujudnya. Tempat itu seperti Tiffany's."
Di New York, Holly tinggal di sebuah apartemen dari bata cokelat di East Seventies. Ia tidak mengisi ruangannya dengan perabot dan memelihara kucing yang tak ia beri nama. Seperti katanya, ia akan membeli perabot dan memberi nama kucingnya, jika ia telah bisa menemukan tempat sungguhan yang membuatnya merasa seperti sedang berada di Tiffany's. Jangan salah. Tiffany's memang menjual berlian, namun Holly tergila-gila tempat itu bukan karena ia pencinta berlian. Baginya, berlian adalah aksesori perempuan yang sudah benar-benar tua. Tiffany menjadi tempat favorit Holly karena ke sanalah ia pergi ketika sedang 'merasa merah' dan langsung merasa tenang dan lebih baik.
Di dalam lingkungan pergaulan Holly, tidak ada yang tahu, sesungguhnya Holly bukanlah nama asli. Ia menyimpan rapat cerita masa lalu yang telah ia tinggalkan. Baginya, hanya dua hal yang boleh dibawa dari masa lalunya: kenangan akan Fred, abangnya dan kedoyanannya pada laki-laki yang jauh lebih tua darinya.
Meski terlibat dengan berbagai laki-laki kalangan atas New York, perempuan berjiwa bebas yang getol berpesta ini bukan tukang porot. Setiap Kamis ia mesti mengunjungi Salvatore Tomato, gembong mafia yang disekap di penjara Sing Sing. Dan untuk apa yang ia lakukan ini, setiap kali berkunjung, ia mendapatkan seratus dolar yang digunakannya untuk membiayai hidup.
Namun, waktu menunjukkan kepada Holly jika ia tidak akan terus menikmati kehidupan semacam itu. Meski Tiffany's ada di sana, tidak ada 'tempat seperti Tiffany's" yang membuat Holly tetap bertahan untuk tinggal, membeli perabot dan memberi nama kucingnya.
Berseting utama tahun 1940-an di New York, cerita dalam novella ini dituturkan menggunakan perspektif orang pertama, yaitu seorang pemuda yang saat cerita dimulai, sedang berusaha menerbitkan tulisannya. Tidak disebutkan dengan pasti siapa nama narator ini. Holly memanggilnya Fred, seperti nama abangnya, sebelum abangnya meninggal. Setelah abangnya meninggal, Holly memanggilnya Buster atau kadang Cookie. Tetapi sebenarnya, Truman Capote-lah, si penulis Breakfast at Tiffany's, yang menjadi narator. Bukan hanya karena pemuda dalam novella ini disebut-sebut sebagai pengarang, tetapi dalam cerita ini juga disebutkan jika si narator berulang tahun tanggal 30 September (hlm. 115). Truman Capote lahir pada 30 September 1924 di New Orleans (Louisiana).
Breakfast at Tiffany's ditulis sebagai kenangan sang narator akan perempuan eksentrik yang dijumpainya semasa menghuni apartemen di East Seventies di masa lalunya. Mereka berkenalan, kemudian bersahabat, tanpa memaksakan cinta hadir di tengah mereka. Bukan berarti tidak ada cinta yang disemai dalam lembar-lembar novel pendek ini. Hanya, bukan si narator yang mengalami manisnya cinta dengan Holly. Ia hadir bak penonton, merekam percintaan Holly yang jauh dari kesan romantis dan seolah begitu mudah memudar. Pada halaman 103, si narator memang menyatakan pernah jatuh cinta kepada Holly, tapi bukan jenis cinta antara lelaki dan perempuan.
Boleh dikata, Breakfast at Tiffany's ditulis dengan lugas. Pembaca tidak akan berhadapan dengan cerita yang diracik berbelit-belit dalam buku tanpa pembagian bab ini. Juga tidak akan menemukan konflik eksplosif di dalamnya yang melibatkan tokoh-tokoh utama novel. Capote memang hanya fokus pada kisah hidup Holly beserta kejutan-kejutan yang dialaminya. Konflik berarti yang ada hanya berpusar dalam diri Holly sendiri. Namun, ini tidak lantas membuat Breakfast at Tiffany's tidak menarik atau hadir seadanya saja. Segala aspek mengenai Holly terasa menggelitik dan menyentuh pada bagian yang tepat. Paling mengesankan adalah ikhwal kerinduannya untuk menjangkau kebahagiaan, menemukan tempat di dalam hidupnya yang mampu membuatnya tenang.
Karena bukan kisah romantis, dan memang tidak ditulis dengan romantis, saya suka pamungkas yang disuguhkan Capote. Olehnya, kisah Holly dibuat dengan akhir yang tidak tuntas. Ia tidak memberikan kepastian mengenai nasib Holly. Tidak memberi tahu pembaca apakah akhirnya Holly benar-benar menemukan tempat yang ia cari. Namun, dengan akhir seperti itu, Capote memberikan sengatan yang masih akan dikenang pembaca, bahkan lama setelah cerita selesai dibaca.
Pada tahun 1961, Breakfast at Tiffany's dialihwahanakan menjadi sebuah film berjudul sama oleh sutradara Blake Edwards. Film ini mengubah kisah Capote yang tidak romantis menjadi kisah romantis. Dan memberikan akhir berbeda yang bahagia ala Holywood: menjodohkan Holly dan si "Fred". Film ini meraih sukses besar di seluruh dunia dan meningkatkan popularitas Audrey Hepburn yang memerankan Holly. Namun Capote kecewa. Sebab, sewaktu menjual hak untuk pembuatan film karyanya ini kepada Paramount Studios, Capote menginginkan Marilyn Monroe yang memerankan Holly Golightly. Nyatanya, selain keinginannya ini tidak diindahkan, cerita aslinya diubah untuk memuaskan selera Holywood.
Edisi Indonesia yang diterjemahkan Berlian Nugrahani ini terbilang enak dibaca. Selain setia mempertahankan gaya tutur Capote, penerjemah ini kerap membagi satu alinea dalam bahasa Inggris yang cukup panjang menjadi beberapa alinea dalam bahasa Indonesia, sehingga lebih mudah dicerna.
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar