N. Mursidi, Koran Jakarta, Selasa 25 November 2008
KRISIS finansial yang sekarang ini sedang melanda Amerika Serikat dan tak dimungkiri telah merembet jadi krisis finansial berskala global, harus dicatat sebagai titik puncak dari sebuah superboom. Embrio krisis tersebut tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan memiliki akar yang sudah berlangsung lama, lebih dari 25 tahun. Tapi, guncangan krisis mulai dirasa setelah pecahnya gelembung internet akhir 2000 lantas cukup menguncang bangunan finansial (akibat gelembung kredit perumahan subprime) pada bulan Agustus 2007.
Ketika krisis itu pecah, guncangan yang diakibatkan pun menimbulkan pasar keuangan rontok dengan kecepatan luar biasa. Alhasil, lantas menghambat fungsi normal sistem keuangan dan membawa dampak jauh lebih luas terhadap sektor riil. Apa sebenarnya \"akar permasalahan krisis\" yang telah menguncangkan pasar keuangan sekarang ini?
George Soros, lewat buku yang berjudul Paradigma Baru Pasar Finansial ini, menurai benang kusut krisis itu, dan mengajukan sebuah paradigma baru dalam memfungsikan pasar keuangan. Karena, di mata George Soros --ketua Soros Fund Management yang lahir di Budapest dan kini tinggal di New York City-- sistem keuangan global selama ini dibangun di atas sebuah premis yang salah. Otoritas keuangan dan partisipan pasar memiliki kesalahpandangan fundamental mengenai cara pasar keuangan berfungsi dan kesalahpandangan ini, lalu mengejawantah bukan hanya dalam kegagalan dalam memahami apa yang telah terjadi tapi sekaligus mendorong berbagai tindakan berlebihan yang menjadikan akar krisis keuangan saat ini.
Dalam pasar finansial, dikenal sebuah argumentasi, bahwa pasar cenderung bergerak ke arah keseimbangan. Premis ini, di mata Soros, merupakan \"sebuah pandangan\" yang salah dan menyesatkan. Sebab pengetahuan yang dimiliki partisipan, tidaklah cukup memadai untuk dijadikan landasan dalam memprediksi atau bertindak. Jadi, ada ruang yang menjadikan partisipan \"ditikam kesalahan\" (yang oleh George Soros disebut sebagai fallibility), dan kekurangan itulah yang menjadikan partisipan menerka berdasarkan pengalaman, nuluri, emosi, ritual atau miskonsepsi lain (hal. 52). Bisa jadi, manusia dihadapkan pada pilihan yang salah dan apa yang terjadi tentang masa depan adalah lanskap ketidakpastian. Pendek kata, ada elemen \"ketidakpastian\" ke dalam pemikiran partisipan dan elemen ketidaktentuan ke dalam situasi di mana mereka berpartisipasi.
Kesalahpadangan dalam menfungsikan pasar keuangan itulah, yang kemudian menjadikan George Soros menawarkan sebuah paradigma baru yang didasarkan suatu teori yang disebutnya refleksivitas. Secara mudah, teori refleksivitas merupakan sebuah lingkaran atau hubungan timbal balik dua arah antara pandangan pastisipan, dan kondisi sebenarnya (hal. 55). Dengan teori refleksivitas, Soros mengidentifikasi elemen ketidakpastian yang terkandung dalam berbagai situasi, dengan partisipan yang bergerak atas dasar pemahaman yang tidak sempurna.
Jadi dengan teori refleksivitas, Soros menyadari adanya ruang ketidakpastian yang terkait dengan fallibility regulator dan maupun partisipan pasar. Pasalnya, paradigma yang dipegang teguh selama ini, bisa dikatakan hanya mengakui risiko yang diketahui dan tidak memedulikan defesiensi dan kesalahpandangannya sendiri. Paradigma itulah yang kemudian mengakibatkan kriris ini terjadi, sebagai titik infeksi atau persimpangan, bukan hanya dalam gelembung perumahan tetapi juga dalam supergelembung jangka panjang. Tak salah, jika Soros menyebut krisis ini adalah akhir dari sebuah era.
Kini, Soros menyaksikan bahwa teori keseimbangan (equilibrium teory) dan fumdamentaslisme pasar yang selama ini jadi pegangan kuat pastisipan, tidak dapat menjelaskan kondisi yang terjadi saat ini. Sementara bagi Soros, teori refleksivitas, mampu menawarkan sebuah paradigma baru untuk melihat fungsi pasar finansial. Karena itu, tujuan diterbitkannya buku ini tidak lain adalah cara halus untuk \"mendesakkan\" teori refleksivitas untuk diakui. Memang, teori refleksivitas Soros ini tidak menawarkan prediksi yang pasti (lantaran di dalam teori refleksivitas mengakui adanya ruang ketidakpastian), namun teori ini tetap mampu \"merumuskan\" beberapa prediksi tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Kalau pastisipan jeli, justru \"ketidakpastian\" itulah yang membuat manusia sadar bahwa kebenaran sejati itu memang berada di luar jangkauan manusia.
Meskipun buku karya George Soros ini berjudul Paradigma Baru Pasar Finasial, jangan harap pembaca menemukan banyak cara dan tips menjadi pialang valas yang piawai. Alis-alih, jika pembaca tak dapat memahami alur pemikiran filsafat dan metode pendekatan (sosial) yang dikembangkan Soros dalam buku ini justru akan menjadikan pembaca malah mengumpat. Pasalnya, buku ini dijejali dengan pemikiran filosofis Soros di balik teori refleksivitas yang dia kembangkan dari teori Karl Popper lebih jauh. Jadi buku ini adalah sebuah buku ekonomi yang dilandasari dengan cara berpikir dengan metode filsafat.
Tak pelak, jika buku ini \"membuka cakrawala\" ekonomi dari sudut pandang filsafat sehingga menjadikan Soros yang menyebut dirinya sebagai filusuf gagal tetapi di sisi lain menyebut dirinya sebagai spekulator yang sukses, hanyalah sekedar sebagai \"ungkapan rendah diri semata\". Akhirnya, harus diakui bahwa buku ini perlu dibaca dengan pelan-pelan dan seksama agar bisa memahami dengan baik pemikiran George Soros yang mengkritisi kesalahpdangan fungsi pasar keuangan yang selama ini terjadi. Di sisi lain, tentu buku ini menawarkan paradigma baru; bagaimana krisis ini bisa dibaca dan diatasi. ***
*) N. Mursidi, peminat buku ekonomi dan filsafat, tinggal di Tangerang.
Judul buku : Paradigma Baru Pasar Finansial
Penulis : George Soros
Penerbit : Daras Books, Jakarta
Cetakan : Pertama, November 2008
Tebal buku : 308 halaman
Harga : 99.900,00
KRISIS finansial yang sekarang ini sedang melanda Amerika Serikat dan tak dimungkiri telah merembet jadi krisis finansial berskala global, harus dicatat sebagai titik puncak dari sebuah superboom. Embrio krisis tersebut tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan memiliki akar yang sudah berlangsung lama, lebih dari 25 tahun. Tapi, guncangan krisis mulai dirasa setelah pecahnya gelembung internet akhir 2000 lantas cukup menguncang bangunan finansial (akibat gelembung kredit perumahan subprime) pada bulan Agustus 2007.
Ketika krisis itu pecah, guncangan yang diakibatkan pun menimbulkan pasar keuangan rontok dengan kecepatan luar biasa. Alhasil, lantas menghambat fungsi normal sistem keuangan dan membawa dampak jauh lebih luas terhadap sektor riil. Apa sebenarnya \"akar permasalahan krisis\" yang telah menguncangkan pasar keuangan sekarang ini?
George Soros, lewat buku yang berjudul Paradigma Baru Pasar Finansial ini, menurai benang kusut krisis itu, dan mengajukan sebuah paradigma baru dalam memfungsikan pasar keuangan. Karena, di mata George Soros --ketua Soros Fund Management yang lahir di Budapest dan kini tinggal di New York City-- sistem keuangan global selama ini dibangun di atas sebuah premis yang salah. Otoritas keuangan dan partisipan pasar memiliki kesalahpandangan fundamental mengenai cara pasar keuangan berfungsi dan kesalahpandangan ini, lalu mengejawantah bukan hanya dalam kegagalan dalam memahami apa yang telah terjadi tapi sekaligus mendorong berbagai tindakan berlebihan yang menjadikan akar krisis keuangan saat ini.
Dalam pasar finansial, dikenal sebuah argumentasi, bahwa pasar cenderung bergerak ke arah keseimbangan. Premis ini, di mata Soros, merupakan \"sebuah pandangan\" yang salah dan menyesatkan. Sebab pengetahuan yang dimiliki partisipan, tidaklah cukup memadai untuk dijadikan landasan dalam memprediksi atau bertindak. Jadi, ada ruang yang menjadikan partisipan \"ditikam kesalahan\" (yang oleh George Soros disebut sebagai fallibility), dan kekurangan itulah yang menjadikan partisipan menerka berdasarkan pengalaman, nuluri, emosi, ritual atau miskonsepsi lain (hal. 52). Bisa jadi, manusia dihadapkan pada pilihan yang salah dan apa yang terjadi tentang masa depan adalah lanskap ketidakpastian. Pendek kata, ada elemen \"ketidakpastian\" ke dalam pemikiran partisipan dan elemen ketidaktentuan ke dalam situasi di mana mereka berpartisipasi.
Kesalahpadangan dalam menfungsikan pasar keuangan itulah, yang kemudian menjadikan George Soros menawarkan sebuah paradigma baru yang didasarkan suatu teori yang disebutnya refleksivitas. Secara mudah, teori refleksivitas merupakan sebuah lingkaran atau hubungan timbal balik dua arah antara pandangan pastisipan, dan kondisi sebenarnya (hal. 55). Dengan teori refleksivitas, Soros mengidentifikasi elemen ketidakpastian yang terkandung dalam berbagai situasi, dengan partisipan yang bergerak atas dasar pemahaman yang tidak sempurna.
Jadi dengan teori refleksivitas, Soros menyadari adanya ruang ketidakpastian yang terkait dengan fallibility regulator dan maupun partisipan pasar. Pasalnya, paradigma yang dipegang teguh selama ini, bisa dikatakan hanya mengakui risiko yang diketahui dan tidak memedulikan defesiensi dan kesalahpandangannya sendiri. Paradigma itulah yang kemudian mengakibatkan kriris ini terjadi, sebagai titik infeksi atau persimpangan, bukan hanya dalam gelembung perumahan tetapi juga dalam supergelembung jangka panjang. Tak salah, jika Soros menyebut krisis ini adalah akhir dari sebuah era.
Kini, Soros menyaksikan bahwa teori keseimbangan (equilibrium teory) dan fumdamentaslisme pasar yang selama ini jadi pegangan kuat pastisipan, tidak dapat menjelaskan kondisi yang terjadi saat ini. Sementara bagi Soros, teori refleksivitas, mampu menawarkan sebuah paradigma baru untuk melihat fungsi pasar finansial. Karena itu, tujuan diterbitkannya buku ini tidak lain adalah cara halus untuk \"mendesakkan\" teori refleksivitas untuk diakui. Memang, teori refleksivitas Soros ini tidak menawarkan prediksi yang pasti (lantaran di dalam teori refleksivitas mengakui adanya ruang ketidakpastian), namun teori ini tetap mampu \"merumuskan\" beberapa prediksi tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Kalau pastisipan jeli, justru \"ketidakpastian\" itulah yang membuat manusia sadar bahwa kebenaran sejati itu memang berada di luar jangkauan manusia.
Meskipun buku karya George Soros ini berjudul Paradigma Baru Pasar Finasial, jangan harap pembaca menemukan banyak cara dan tips menjadi pialang valas yang piawai. Alis-alih, jika pembaca tak dapat memahami alur pemikiran filsafat dan metode pendekatan (sosial) yang dikembangkan Soros dalam buku ini justru akan menjadikan pembaca malah mengumpat. Pasalnya, buku ini dijejali dengan pemikiran filosofis Soros di balik teori refleksivitas yang dia kembangkan dari teori Karl Popper lebih jauh. Jadi buku ini adalah sebuah buku ekonomi yang dilandasari dengan cara berpikir dengan metode filsafat.
Tak pelak, jika buku ini \"membuka cakrawala\" ekonomi dari sudut pandang filsafat sehingga menjadikan Soros yang menyebut dirinya sebagai filusuf gagal tetapi di sisi lain menyebut dirinya sebagai spekulator yang sukses, hanyalah sekedar sebagai \"ungkapan rendah diri semata\". Akhirnya, harus diakui bahwa buku ini perlu dibaca dengan pelan-pelan dan seksama agar bisa memahami dengan baik pemikiran George Soros yang mengkritisi kesalahpdangan fungsi pasar keuangan yang selama ini terjadi. Di sisi lain, tentu buku ini menawarkan paradigma baru; bagaimana krisis ini bisa dibaca dan diatasi. ***
*) N. Mursidi, peminat buku ekonomi dan filsafat, tinggal di Tangerang.
Judul buku : Paradigma Baru Pasar Finansial
Penulis : George Soros
Penerbit : Daras Books, Jakarta
Cetakan : Pertama, November 2008
Tebal buku : 308 halaman
Harga : 99.900,00
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar