Media Indonesia, 25-Oktober-2008
Alan Greenspan mengaku mempunyai andil dalam kekacauan ekonomi yang terjadi saat ini di AS. Para pengambil kebijakan di pemerintahan, pelaku ekonomi, pengamat ekonomi, dan siapa saja bisa belajar dari kelebihan dan kesalahan seorang Greenspan.
Dalam pengamatan saya, hampir satu bulan ini, pemberitaan media baik lokal maupun asing didominasi krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat. Koran, televisi, beberapa radio lokal, serta portal berita mengupas dari berbagai sisi dampak krisis di Amerika tersebut kepada negara-negara lain.
Negara-negara Eropa pun, yang relatif setara dengan Amerika, sangat merasakan dampaknya. Itu lantaran lembaga keuangan atau korporasi di Eropa juga memiliki jejaring dengan lembaga keuangan di \\\'Negeri Paman Sam\\\' yang kolaps.
Imbas di Indonesia sudah mulai terasa dengan ditutupnya transaksi di Bursa Efek Jakarta (BEJ), sejak Rabu (8/10). Perdagangan anjlok hingga di bawah 10%. Presiden Susilo Bambang Yudhyono pun sampai harus meminta informasi mutakhir dari lembaga-lembaga terkait seperti Kadin, Bank Indonesia, BEI, dan Kantor Menteri BUMN.
Sebuah koran nasional dalam edisi Minggu (5/10) menulis artikel panjang mengenai krisis keuangan global itu dengan judul Runtuhnya Reputasi Bank Sentral AS. Dalam tulisan itu disebutkan Bank Sentral AS (The Federal Reserves atau The Fed) memberikan sumbangsih yang tidak sedikit atas kehancuran ekonomi dengan dipuncaki keruntuhan Lehman Brothers, lembaga keuangan terbesar keempat di Amerika.
Bank Sentral dianggap bersalah karena memberikan pinjaman langsung kepada lembaga-lembaga korporasi AS tanpa jaminan yang setimpal. Parahnya lagi, Bank Sentral memberikan bantuan kepada Lehman Brothers kendati lembaga keuangan tersebut sudah jelas-jelas insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban). Indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seperti di Indonesia pun disebut-sebut sangat menonjol dalam krisis keuangan ini.
Setelah membaca artikel tersebut saya jadi ingat buku berjudul Alan Greenspan, Sosok di Balik Gejolak Ekonomi Dunia. Dari buku itu saya jadi sangat paham bahwa krisis keuangan di Amerika bukan sebuah kecelakaan, melainkan berulang dan terjadi dalam periode tertentu. Artinya, krisis itu sejatinya dapat diprediksi dan dapat dihindari.
Dengan beranjak dari buku itu, saya pun membayangkan bila Greenspan\\\' masih menjabat Ketua The Fed. Sanggupkah dia menghadang krisis yang kini terjadi di Amerika yang disetarakan dengan Black Thursday pada 1929 akibat spekulasi di pasar modal ketika menyusul industri penyiaran radio dan produksi mobil mulai tumbuh?
Siapa Greenspan sehingga periode dengan George Wall Bush atau sejak 1987 hingga 20 Seperti ditulis dalam memoar Alan Greenspan: The Age of Tubelence, dua bulan setelah diangkat jadi Ketua The Fed pada 19 AS diancam krisis ekonomi karena peristiwa Black Monday. Dia dengan tenang menyuntikkan kredit kepada berbagai instansi keuangan AS sehingga krisis tidak merembet ke dunia lain, Greenspan juga dibilang bisa menangkal krisis keuangan akibat bisnis internet dotcom, gelembung pasar saham 2000, resesi akhir 2000 dan 2002 termasuk peristiwa perselingkuhan Presiden Bill Clinton dengan Mori ca Lewinsky, dan serangan teroris 11 September 2001.
Analisis kebijakan moneten kerap ditunggu pers dan pas Dari situlah lahir joke di kalangan pasar dunia: suara batuk Greenspan pun bisa memengaruhi gejolak ekonomi dunia. Pada saat Asia dilanda krisis ekonomi (1998), pria kelahiran 6 Maret 1926 itu mendulang kontroversi termasuk yang mendesak parlemen AS untuk mengabulkan permintaan pemerintahan Clinton untuk melakukan penambalan duit ke Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai pinjam termasuk untuk Indonesia.
Beberapa kali ia mendapati maki dari pengamat ekonomi serta pers dan bahkan tuding termasuk dari George Bush. Dalam wawancara dengan sebuah televisi, mantan Presiden Bush menuding kebijakan Greenspan menjadi penyebab kekalahan dalam pemilihan presiden untuk periode kedua jabatannya pada 1992. Meski versi Inggris buku setebal 310 halaman ini muncul pada 2000 dan baru diterjemahkan di Indonesia pada 2008, isinya tetap aktual dengan kondisi perekonomian Amerika yang terguncang dan merembet hingga ke Indonesia ini. Intrik, kecurangan, intervensi, saling menyalahkan dan ketakutan dengan gamblang dipaparkan.
Para pengambil kebijakan di pemerintahan, pelaku ekonomi, pengamat ekonomi, dan siapa saja bisa belajar dari seorang Greenspan. Ia memang sempat ragu, khawatir, dan keliru dalam mengambil kebijakan. Tapi ia beberapa kali selalu menekankan bahwa menjaga kepala tetap dingin adalah sangat penting.
Alan Greenspan mengaku mempunyai andil dalam kekacauan ekonomi yang terjadi saat ini di AS. Para pengambil kebijakan di pemerintahan, pelaku ekonomi, pengamat ekonomi, dan siapa saja bisa belajar dari kelebihan dan kesalahan seorang Greenspan.
Dalam pengamatan saya, hampir satu bulan ini, pemberitaan media baik lokal maupun asing didominasi krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat. Koran, televisi, beberapa radio lokal, serta portal berita mengupas dari berbagai sisi dampak krisis di Amerika tersebut kepada negara-negara lain.
Negara-negara Eropa pun, yang relatif setara dengan Amerika, sangat merasakan dampaknya. Itu lantaran lembaga keuangan atau korporasi di Eropa juga memiliki jejaring dengan lembaga keuangan di \\\'Negeri Paman Sam\\\' yang kolaps.
Imbas di Indonesia sudah mulai terasa dengan ditutupnya transaksi di Bursa Efek Jakarta (BEJ), sejak Rabu (8/10). Perdagangan anjlok hingga di bawah 10%. Presiden Susilo Bambang Yudhyono pun sampai harus meminta informasi mutakhir dari lembaga-lembaga terkait seperti Kadin, Bank Indonesia, BEI, dan Kantor Menteri BUMN.
Sebuah koran nasional dalam edisi Minggu (5/10) menulis artikel panjang mengenai krisis keuangan global itu dengan judul Runtuhnya Reputasi Bank Sentral AS. Dalam tulisan itu disebutkan Bank Sentral AS (The Federal Reserves atau The Fed) memberikan sumbangsih yang tidak sedikit atas kehancuran ekonomi dengan dipuncaki keruntuhan Lehman Brothers, lembaga keuangan terbesar keempat di Amerika.
Bank Sentral dianggap bersalah karena memberikan pinjaman langsung kepada lembaga-lembaga korporasi AS tanpa jaminan yang setimpal. Parahnya lagi, Bank Sentral memberikan bantuan kepada Lehman Brothers kendati lembaga keuangan tersebut sudah jelas-jelas insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban). Indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seperti di Indonesia pun disebut-sebut sangat menonjol dalam krisis keuangan ini.
Setelah membaca artikel tersebut saya jadi ingat buku berjudul Alan Greenspan, Sosok di Balik Gejolak Ekonomi Dunia. Dari buku itu saya jadi sangat paham bahwa krisis keuangan di Amerika bukan sebuah kecelakaan, melainkan berulang dan terjadi dalam periode tertentu. Artinya, krisis itu sejatinya dapat diprediksi dan dapat dihindari.
Dengan beranjak dari buku itu, saya pun membayangkan bila Greenspan\\\' masih menjabat Ketua The Fed. Sanggupkah dia menghadang krisis yang kini terjadi di Amerika yang disetarakan dengan Black Thursday pada 1929 akibat spekulasi di pasar modal ketika menyusul industri penyiaran radio dan produksi mobil mulai tumbuh?
Siapa Greenspan sehingga periode dengan George Wall Bush atau sejak 1987 hingga 20 Seperti ditulis dalam memoar Alan Greenspan: The Age of Tubelence, dua bulan setelah diangkat jadi Ketua The Fed pada 19 AS diancam krisis ekonomi karena peristiwa Black Monday. Dia dengan tenang menyuntikkan kredit kepada berbagai instansi keuangan AS sehingga krisis tidak merembet ke dunia lain, Greenspan juga dibilang bisa menangkal krisis keuangan akibat bisnis internet dotcom, gelembung pasar saham 2000, resesi akhir 2000 dan 2002 termasuk peristiwa perselingkuhan Presiden Bill Clinton dengan Mori ca Lewinsky, dan serangan teroris 11 September 2001.
Analisis kebijakan moneten kerap ditunggu pers dan pas Dari situlah lahir joke di kalangan pasar dunia: suara batuk Greenspan pun bisa memengaruhi gejolak ekonomi dunia. Pada saat Asia dilanda krisis ekonomi (1998), pria kelahiran 6 Maret 1926 itu mendulang kontroversi termasuk yang mendesak parlemen AS untuk mengabulkan permintaan pemerintahan Clinton untuk melakukan penambalan duit ke Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai pinjam termasuk untuk Indonesia.
Beberapa kali ia mendapati maki dari pengamat ekonomi serta pers dan bahkan tuding termasuk dari George Bush. Dalam wawancara dengan sebuah televisi, mantan Presiden Bush menuding kebijakan Greenspan menjadi penyebab kekalahan dalam pemilihan presiden untuk periode kedua jabatannya pada 1992. Meski versi Inggris buku setebal 310 halaman ini muncul pada 2000 dan baru diterjemahkan di Indonesia pada 2008, isinya tetap aktual dengan kondisi perekonomian Amerika yang terguncang dan merembet hingga ke Indonesia ini. Intrik, kecurangan, intervensi, saling menyalahkan dan ketakutan dengan gamblang dipaparkan.
Para pengambil kebijakan di pemerintahan, pelaku ekonomi, pengamat ekonomi, dan siapa saja bisa belajar dari seorang Greenspan. Ia memang sempat ragu, khawatir, dan keliru dalam mengambil kebijakan. Tapi ia beberapa kali selalu menekankan bahwa menjaga kepala tetap dingin adalah sangat penting.
www.dinamikaebooks.com
0 komentar:
Posting Komentar