Ruang Baca Koran Tempo, Edisi 25 Februari 2009
Kita akrab dengan stereotipenya: orangnya cerdas dan berselera tinggi terhadap aneka rangsangan intelektual, sikapnya terhadap orang lain tak menonjol, kariernya yang mengkilap, serta pembawaannya kalem, penuh perhitungan, dan selalu berhati-hati.
Karakteristik-karakteristik itulah yang segera timbul di benak kita manakala disebut kata "psikopat". Dari mana semua karakteristik "standar" itu berasal? Hollywood.
Harus diakui, dari pusat industri film di Amerika Serikat itulah gambaran kita mengenai psikopat terbentuk. Nama yang seketika muncul barangkali adalah Hannibal Lecter (karakter dalam
Silence of the Lamb, yang dimainkan oleh Anthony Hopkins). Sesudah itu mungkin ada John Doe dalam
Se7en (dimainkan oleh Kevin Spacey), dan Mitch Leary dalam
In the Line of Fire (oleh John Malkovich).
Atau bisa siapa saja di antara Vince Vega (John Travolta) dan Jules Winnifield (Samuel L. Jackson) dalam
Pulp Fiction, Mickey dan Mallory Knox (masing- masing diperankan oleh Woody Harrelson dan Juliette Lewis) dalam
Natural Born Killer, dan The Joker versi Heath Ledger (dalam
The Dark Knight).
Mungkin juga, minimal, yang terbayang adalah pembunuh berseri.
Tetapi, benar begitukah dalam kehidupan nyata? Tidak sepenuhnya.
Di antara karakteristik-karakteristik itu, yang disebut paling akhirlah yang paling bertolak belakang dengan ciri khas psikopat dalam kenyataan: mereka justru umumnya cenderung impulsif, kacau, dan emosional.
Robert Hare, ahli psikologi kriminal, menulis dalam buku
Without Conscience: The Disturbing World of the Psychopaths Among Us (1993): "Psikopat adalah predator sosial yang memikat, memanipulasi, dan dengan keji membelah kehidupan, meninggalkan jejak kaum patah hati, harapan-harapan yang remuk, dan dompetdompet kosong. Tak punya etika dan perasaan pada orang lain, mereka dengan egois mengambil apa yang mereka mau dan melakukan apa yang mereka senang, melanggar norma dan ekspektasi sosial tanpa sedikit pun rasa bersalah atau menyesal."
Psikopat adalah gangguan kepribadian. Perlu wawancara mendalam untuk memastikan seseorang menderita gangguan itu. Tapi gangguan kepribadian merupakan konsep yang kontroversial; ada yang berpendapat bahwa gangguan kepribadian tak lebih dari istilah yang digunakan di kalangan medis untuk mendeskripsikan orang yang tak mereka sukai.
Sebenarnya, seperti kebanyakan masalah kesehatan mental, uji psikologis bisa menyediakan sederet kriteria sebagai dasar diagnosa. Tapi uji khusus untuk gangguan kepribadian sama sekali tak ada, sehingga diagnosa berdasarkan definisinya sulit diandalkan dan pasti tak valid.
Akibatnya, tak ada perawatan medis untuk gangguan kepribadian. Ini berarti bahwa penderita gangguan kepribadian tak bisa diakomodasi di dalam program-program perawatan atau penyembuhan yang memadai.
Walau begitu, berkat Hare, khusus untuk penderita psikopati ada perangkat untuk uji psikologis. Perangkat ini sudah menjadi instrumen standar bagi peneliti dan ahli. Langkahlangkah yang mesti dilakukan adalah memeriksa derajat sejumlah karakteristik pokok. Misalnya dalam hal derajat emosional/ antarpersonal, psikopat akan menyingkap dirinya orang yang spontan dan superfisial, egois dan ambisius, tanpa rasa sesal, salah, dan empati, bohong dan manipulatif, serta emosi yang dangkal.
Ada hal lain yang disumbangkan Hare. Penelitian-penelitiannya memberitahu kita bahwa gambaran populer tentang pembunuh berseri psikopat yang tak waras telah menyembunyikan fakta betapa kebanyakan psikopat sebenarnya beroperasi di dalam koridor hukum yang berlaku, serta mereka berjumlah besar dan ada di hampir setiap bagian dalam kehidupan masyarakat.
Fiksi tentang psikopat memang mencekam. Tapi kehidupan nyata jauh lebih menakutkan.
www.dinamikaebooks.com